Pluralitas sebagai Pemersatu Bangsa Indonesia
Mungkin sudah banyak artikel yang membahas tentang
pluralitas atau yang biasa disebut perbedaan, baik yang sangat mendalam atau hanya
sekedar mengingatkan. Tapi disini saya akan membahas pluralitas sebagai
pemersatu bangsa.
Pluralitas, berasal dari kata “plural” berarti jamak
(lebih dari satu,) hal ini lebih sering dikaitkan dengan jumlah sesuatu hal
baik itu barang/orang/kelompok yang memiliki banyak jenis atau biasa disebut
beranekaragam. Pluralitas di Indonesia merupakan hal menarik yang sering
menjadi topik perbincangan, baik di seminar, diskusi, maupun debat pendapat. Pluralitas
yang terjadi di Indonesia sudah lama adanya, mulai dari zaman nenek moyang dari
dulu sampai sekarang. Pluralitas pada zaman nenek moyang dulu sudah ada, namun
masih sedikit orang yang memahami bahwa Indonesia terdiri atas
golongan-golongan suku dan adat yang berbeda-beda. Lalu pada pembuatan dan
penyusunan asas “Bhineka Tunggal Ika” atau yang berarti “Berbeda-beda tetapi
tetap satu jua” barulah didasari suatu asa kuat tentang persatuan golongan
menjadi satu kesatuan untuk mencapai satu tujuan yang jelas yang tertera pada
UUD 1945, Pancasila, dan nilai-nilai masing-masing agama.
Tentu kita masih ingat dengan gagasan para pelopor kemerdekaan
dalam Piagam Jakarta (Jakarta Charter),
ketika pembuatan asas Piagam Jakarta terutama pada asas nomor 1 Piagam Jakarta
(Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya),
walau dalam kalimat terkahir disebut bagi pemeluknya, namun hal ini dianggap
sebagai diskriminasi oleh tokoh dari pemerintah pusat kepada Indonesia barat.
Sontak saja isi dari Piagam Jakarta menimbulkan kemarahan para tokoh dan
pejuang dari Indonesia barat, yang memang pada saat itu mayoritas penduduk
Indonesia barat adalah pemeluk non muslim.
Sejak kemelut tentang
isi piagam Jakarta tersebut, untuk menghindari konflik dari sahabat Indonesia
barat, maka para tokoh dari pemerintah pusat mengubah isi dari piagam Jakarta
pada asas satu tersebut yang semula “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang
sekarang seperti tertulis di Pancasila asas nomor 1.
Walau terlihat sederhana dan sepele, namun jika sudah
masuk dalam suatu kasus atau kemelut tersendiri, maka efek dari diskomunikasi
pluralitas akan dapat menjadi suatu konflik panas yang bisa menyulut satu
negara bertarung dalam perang saudara (metafora). Tentu kita dapat ambil contoh
dari konflik yang terjadi di Provinsi Papua beberapa tahun yang lalu, adat,
suku, ras, dan agamanya mayoritas adalah satu jenis yang sama, namun akibat
cita rasa pluralitas dan kesadaran perbedaaan yang sangat tipis dapat
menyebabkan percikan api penyebab perang saudara, walau hal itu disebabkan oleh
masalah-masalah sepele (adu pandang mata yang tidak senang), jika dipikirkan lebih serius lagi maka akan
timbul suatu kiasan seperti saudara kandung saja bertengkar, apalagi teman
sekampung.
Tentu hal-hal yang seharusnya tidak diinginkan malah bisa
terjadi bahkan menjadi lebih parah dan sulit ditangani. Namun pada dasarnya apa
sih yang menjadi kendala utama dalam penerapan pluralitas? Dalam nilai
pluralitas faktor utama yang menunjang berlakunya pluralitas adalah nilai
kesadaran, tentang seberapa mengerti dan memahami seseorang atau kelompok
tentang pluralitas sebagai pemersatu. Bisa kita bayangkan pluralitas dan
suku-suku yang beragam itu seperti sebuah jari-jari tangan, jika kau melakukan
sesuatu dengan satu jari saja, maka akan sangat sulit hal itu dilakukan, bahkan
bisa jadi tidak akan mungkin untuk dilakukan. Tetapi jika kita melakukan
sesuatu itu dengan kelima jari-jarimu maka akan mungkin untuk dilakukan, bahkan
walau itu hal-hal berat namun jika dilakukan bersama maka akan terlihat lebih
mudah (Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh)
Tentu kita akan bisa menjadi bangsa yang nomor satu dan
terunggul jika kita bisa menerapkan pluralitas itu dalam kehidupan sehari-hari.
Kita lihat saja negara maju dan terbaik di dunia seperti Amerika, Jepang,
Rusia, atau Korea, bangsa-bangsa seperti meraka yang hanya memiliki satu ciri
dapat bisa berkembang pesat dan semaju itu akibat dari nilai kesadaran akan
sesuatu hal, apa yang terpenting dan apa yang terutama meraka dapat membedakan
hal itu. Namun bisa kita bayangkan jika bangsa yang heterogen atau plural ini
bisa bersatu untuk menuju satu tujuan seperti harapan dari UUD 1945, Pancasila,
dan hukum agama, jika kita mengetahui tentang apa yang terpenting dan apa yang
terutama, maka tidak akan mustahil jika bangsa ini menjadi bangsa yang terunggul
dan nomor satu di dunia.
Komentar
Posting Komentar