Homoseksual : Sebuah Tinjauan terhadap Penyakit Sosial
LOVE WINS. Pasangan Joe Tully dan Tiko Mulya dikabarkan telah menikah diNew York, Amerika Serikat, 26 Juni 2015. Foto dari Facebook/Bailly Photography
JAKARTA, Indonesia — Foto pernikahan
pasangan sejenis Joe Tully dan Tiko Mulya di Bali yang tersebar di media sosial
menjadi perbincangan hangat beberapa hari ini.
Netizen
Indonesia pun bereaksi keras setelah seorang kawan pasangan ini mengunggah
foto-foto mereka di media sosial.
Di
foto itu tampak Tully dan Tiko berdiri di depan seorang pria yang diduga
rohaniawan berpakaian adat Bali dengan latar belakang hutan yang hijau, kolam
dengan hiasan teratai, dan rangkaian yang didominasi warna putih dan biru.
Salah satu fenomena penyimpangan sosial yang seringkali
menjadi perbincangan hangat dalam masyarakat adalah homoseksualitas dimana gay
termasuk di dalamnya. Di Indonesia, berdasarkan data statistik pada tahun 2003
jumlah kaum gay tercatat mencapai 8-10 juta orang. Populasi kaum gay yang
semakin besar ternyata diiringi adanya fenomena pergeseran pandangan masyarakat
mengenai homoseksualitas. Populasi kaum homoseksual yang semakin besar
menunjukan eksistensi keberadaan kaum homoseksual di Indonesia. Sampai dengan
saat ini, kaum homoseksualitas sering menjadi isu yang kontradiktif dalam
masyarakat, perdebatan yang muncul mengenai homoseksualitas terkait dengan
faktor penyebabnya serta bagaimana suatu kelompok masyarakat menyikapinya.
Dalam masyarakat sendiri pandangan atau sikap mengenai
homoseksualitas sangat beragam, namun terlepas dari perbedaan tersebut,
sosiologi memberikan perhatian terhadap pelaku homoseksualitas maupun perilaku
homoseksualitas itu sendiri. Dalam hakikatnya sebagai makhluk sosial manusia
akan membentuk sebuah struktur ataupun sistem masyarakat, selanjutnya struktur
maupun sistem dalam masyarakat tersebut akan melahirkan standar nilai maupun
norma yang akan menjadi pedoman hidup bagi warga masyarakatnya. Ketika suatu
kelompok maupun individu tidak mampu memenuhi standar nilai maupun norma yang
berlaku dalam masyarakat, maka individu maupun kelompok tersebut akan diangggap
menyimpang. Homoseksualitas merupakan salah satu fenomena yang dianggap
menyimpang karena seringkali berbenturan dengan standar nilai maupun norma yang
ada dalam banyak kelompok masyarakat.
Pada awalnya istilah homoseksual digunakan untuk
mendeskripsikan seorang pria yang memiliki orientasi seksual terhadap
sesamanya. Namun dalam perkembangannya, istilah homoseksual digunakan untuk
mendefinisikan sikap seorang individu (pria maupun wanita) yang memiliki
orientasi seksual terhadap sesamanya. Adapun ketika seorang pria memiliki
orientasi seksual terhadap sesama pria maka fenomena tersebut dikenal dengan
istilah gay, sementara fenomena wanita yang memiliki orientasi seksual terhadap
sesamanya disebut lesbian. Baik gay maupun lesbian, keduanya memiliki citra yang
negatif dalam masyarakat.
Definisi
dan Penyebab Homoseksual
Kajian mengenai homoseksual dapat ditinjau dari tiga
aspek, yaitu orientasi seksual, perilaku seksual, dan identitas seksual.
Dilihat dari aspek orientasi seksual, maka homoseksual adalah ketertarikan
maupun hasrat untuk terlibat secara seksual terhadap orang yang berjenis kelamin sama. Ditinjau dari aspek
perilaku seksual, homoseksual mengandung pengertian sebagai sebuah perilaku
maupun kegiatan seksual antara dua orang yang berjenis kelamin sama. Adapun
jika ditinjau dari aspek identitas seksual maka homoseksual mengarah pada
identitas sebagai gay maupun lesbian. Jika ditinjau secara keseluruhan maka gay
adalah bentuk homoseksual yang keseluruhan aspek tersebut berada dalam konteks
sesama pria.
1.
Homoseksualitas
Pertumbuhan
Homoseksualitas
pertumbuhan adalah homoseksualitas yang bersifat sementara. Homoseksualitas ini
sangat singkat dan terjadi dalam masa pertumbuhan anak. Pada masa pubertas anak
mulai mengalihkan perhatiannya dari orangtua kepada orang lain. Namun, ketika
seorang anak laki-laki belum berani kepada gadis, maka ia dapat mengarahkan
seksualnya kepada teman lelakinya yang sebaya. Dalam homoseksualitas
pertumbuhan tidak harus terjadi perbuatan-perbuatan seksual, walaupun terkadang
terjadi tindakan seksual tertentu seperti masturbasi berdua.
2.
Homoseksualitas
Darurat
Sama halnya dengan
homoseksualitas pertumbuhan, homoseksual darurat bersifat juga sementara.
Homoseksualitas darurat terjadi karena tidak adanya kesempatan untuk melakukan
hubungan heteroseksual. Dalam kondisi tersebut, seorang anak laki-laki yang
tidak memiliki kesempatan melakukan hubungan heteroseksual akan beralih kepada
perilaku homoseksual. Gejala ini akan berhenti ketika kesempatan untuk
melakukan hubungan heteroseksual muncul.
3.
Pseudohomoseksualitas
Pseudohomoseksualitas
lebih bersifat melayani seorang homoseksual karena alasan keuangan maupun
memiliki ketergantungan terhadap seorang homoseksual tersebut. Ketika seorang
pria berada dalam tekanan ekonomi dan seorang homoseksual mampu memberikan
jaminan ekonomi kepadanya maka ia dapat melakukan hubungan homoseksual demi
jaminan ekonomi tersebut.
4.
Homoseksualitas
Kecenderungan
Homoseksualitas ini
sangat dipengaruhi oleh pembawaan seseorang. Jika seorang pria berada dalam
keluarga yang mempunyai banyak anggota homoseksual maka ia dapat turut
melakukan hubungan homoseksual.
Terdapat berbagai faktor penyebab seseorang dapat menjadi
penganut homoseksualitas, Deti Rianti dan Sinly Evan Putra mengungkapkan
faktor-faktor penyebab seseorang menjadi homoseksual berdasarkan kajian
biologis, antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Susunan
Kromosom
Perbedaan homoseksual
dan heteroseksual dapat dilihat susunan kromosomnya yang berbeda. Pada dasarnya
seorang wanita memiliki satu kromosom (x) dari ibu dan kromosom (x) dari ayah,
sedangkan pria memiliki kromosom (x) dari ibu dan kromosom (y) dari ayah.
Kromosom (y) adalah penentu orientasi seks untuk pria, jika seorang pria
memiliki lebih banyak kromosom (x) dibanding (y) maka ia dapat berorientasi
seks sebagai homoseksual karena kromosom (x) akan mendorong seorang pria untuk
berperilaku dan berorientasi seksual seperti wanita.
2.
Ketidakseimbangan
Hormon
Seorang pria memiliki
hormon testosteron, namun ia juga meiliki hormon estrogen dan progesteron yang
dimiliki oleh perempuan. Jika hormon estrogen dan progesteron lebih banyak
dibanding testosteron maka pria tersebut akan memiliki perkembangan seksual
yang mendekati karakteristik perempuan.
3.
Struktur
Otak
Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah
dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight
females, otak antara bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal.
Dan pada gay males, struktur otaknya
sama dengan straight females, serta pada gay
females struktur otaknya sama dengan straight
males.
4.
Kelainan
Susunan Saraf
Berdasarkan hasil
penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan saraf otak dapat
mempengaruhi perilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan saraf
otak ini disebabkan oleh radang atau patah
tulang dasar tengkorak.
Selain dipengaruhi oleh faktor biologis, seorang dapat
menjadi homoseksual dikarenakan terjadi proses sosialisasi dalam masyarakatnya.
Pada dasarnya sosialisasi adalah proses pembelajaran pranata sosial masyarakat
yang akan membentuk karakter dan perilaku seseorang. Ketika seorang pria
tersosialisasikan oleh lingkungannya untuk menjadi seorang homoseksual maka ia
akan memiliki orientasi seksual sebagai homoseksual pula. Meskipun seseorang
dapat menjadi homoseksual karena lingkungannya, namun dalam ruang lingkup
masyarakat yang lebih besar dimana masih terdapat norma dan nilai yang
menentang homoseksual maka segala bentuk perilaku homoseksual tetap
dikategorikan tindakan yang menyimpang.
Sebenarnya pola peran dan tingkah laku seksual yang
berkaitan dengan maskulinitas dan feminitas merupakan sesuatu yang hanya
dilihat dari sudut pandang biologis. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
homoseksualitas juga merupakan hasil dari proses pembelajaran seseorang tentang
perilaku melalui proses sosialisasi. Dalam konteks sosialisasi maka
homoseksualitas dapat dipahami dengan menggunakan tiga konsep yaitu :
1.
Pengambilan
Peran Seks
Pengambilan peran seks
ini lebih pada adopsi aktif terhadap ciri-ciri perilaku seks seseorang terhadap
orang lain, bukan hanya keinginan untuk mengadopsi beberapa perilaku.
Pengambilan peran seks biasanya disebut dengan penolakan peran seks atau peran
gender.
2.
Kecenderungan
Peran Seks
Kecenderungan peran
seks yaitu keinginan seseorang untuk mengadopsi perilaku yang berhubungan
dengan jenis kelamin yang sama atau jenis kelamin yang berbeda. Hal ini
maksudnya yaitu suatu proses dimana seseorang mempelajari suatu peran atau
jenis perilaku baik itu perilaku sesama jenis maupun perilaku yang berbeda jenis.
3.
Identifikasi
Peran Seks
Identifikasi peran seks
merupakan persatuan yang nyata antara takdir peran seks dan reaksi tidak sadar
bahwa takdir itu merupakan ciri-ciri dari peran seks. Dengan kata lain,
seseorang menghayati peran seks tertentu, mengembangkan konsep dirinya dengan
jenis kelamin lain dan mengadopsi sebagian besar karakteristik perilaku jenis
kelamin lain tersebut.
Homoseksual
sebagai Perilaku Menyimpang
Dalam konteks penyimpangan sosial, homoseksualitas
dikatakan menyimpang karena fenomena tersebut tidak sesuai dengan norma dan
nilai yang berlaku dalam banyak kelompok masyarakat. Homoseksual dianggap
sebagai sebuah media yang tidak wajar demi mendapatkan kepuasan seksual. Dalam
kehidupan sosial, ada beberapa pandangan mengenai homoseksualitas. Sebagian
masyarakat membolehkan interaksi homoseksual meskipun lebih banyak masyarakat
yang mengutuk perilaku homoseksual.
Dalam kaitannya sebagai bentuk perilaku menyimpang,
secara sosiologis maupun umum gay dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dalam sudut pandang masyarakat luas maupun
masyarakat tempat pelaku penyimpangan berada. Jika ditinjau dari sudut pandang
etimologis, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menerjemahkan perilaku menyimpang
sebagi tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan
yang tidak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang ada dalam masyarakat.
Robert M. Z. Lawang mengartikan perilaku menyimpang
sebagai semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam
suatu sistem sosial (masyarakat) dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang untuk memperbaiki hal tersebut. Gay merupakan salah satu bentuk
perilaku menyimpang yang bukan hanya secara gamblang telah menyalahi
norma-norma yang ada dalam banyak masyarakat namun juga turut mendorong
terciptanya upaya sadar dari sebagian elemen masyarakat yang berwenang untuk
menekan perkembangan komunitas gay dalam suatu masyarakat.
Penilaian masyarakat yang mengecam homoseksual diberikan
dalam beberapa bentuk. Dari sudut pandang agama, homoseksualitas dianggap
sebagai dosa. Dari sudut pandang hukum, dilihat sebagai penjahat. Dari sudut
pandang medis terkadang masih dianggap sebagai penyakit. Dan dari sudut pandang
opini publik, dianggap sebagai penyimpangan sosial. Sementara itu, kelompok
masyarakat yang memiliki pandangan berlawanan dengan persepsi diatas,
menganggap homoseksualitas sebagai suatu gaya hidup.
Berdasarkan uraian tentang seksualitas kaum gay di atas,
dapat dilihat persoalan moral yang timbul dari fenomena kaum gay tersebut.
Persoalan moral pertama adalah praktek seks bebas (extra marital). Pasangan homoseks masih belum bisa mendapatkan
pengesahan dalam bentuk perkawinan legal. Oleh karena itu, praktek seks yang
mereka lakukan dapat digolongkan sebagai praktek seks bebas karena dilakukan di
luar lembaga perkawinan yang resmi. Persoalan moral kedua yang dialami kaum gay
adalah bahwa hubungan seksual yang mereka lakukan adalah perbuatan homoseksual.
Gay
dalam Sudut Pandang Sosiologi
Dalam sudut pandang sosiologi, penyimpangan dimungkinkan
terjadi karena seseorang menerapkan peranan sosial yang menunjukan perilaku
menyimpang. Bagaimana seseorang dapat memainkan peran sosial yang menyimpang
sangat terkait dengan sosialisasi yang ia dapat dalam sistem masyarakat tempat
ia berada. Seperti telah dijelaskan diatas, keluarga dan lingkungan pergaulan
akan sangat mempengaruhi pembentukan peranan sosial seorang individu, hal ini
dikarenakan keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu sistem
penopang masyarakat dimana seorang individu memiliki intensitas interaksi yang
tinggi terhadapnya. Dalam konteksnya sebagai salah satu bentuk penyimpangan
sosial seorang gay pada awalnya memperoleh sosialisasi untuk menjadi
homoseksual dari lingkungan dan keluarganya.
Salah satu fenomena yang saat ini terjadi dalam kajian
homoseksual adalah bergesernya pandangan dan reaksi masyarakat terhadap kaum
gay maupun homoseksual secara keseluruhan. Seiring dengan berkembangnya
perubahan sosial kontemporer seperti kampanye hak asasi manusia dan kesetaraan
gender maka keseluruhan hal tersebut turut mempengaruhi perspektif masyarakat
terhadap kaum homoseksual. Beberapa negara saat ini mulai melegalkan
homoseksual serta pernikahan sesama jenis, hal ini dilandasi oleh gagasan
antidiskriminasi sebagai wujud perlindungan hak asasi manusia. Namun dalam
ruang lingkup yang lebih luas, hingga saat ini masih muncul banyak perdebatan
mengenai moralitas seorang homoseksual. Perdebatan ini dipicu oleh kenyataan
bahwa homoseksual telah melanggar mayoritas nilai dan norma yang ada dalam
agama, budaya, maupun hukum yang dianut dan diterapkan oleh mayoritas
masyarakat dunia saat ini. Namun diluar segala kontroversinya, hingga saat ini
kaum gay telah terbukti mampu menunjukkan eksistensi ditengah masyarakat yang
menentangnya. Kaum gay yang telah terorganisir dalam banyak kelompok
homoseksual mampu menemukan solidaritas yang didasari persamaan sebagai kaum
gay. Solidaritas yang muncul tersebut selanjutnya menjadi media sosialisasi
mereka yang bertujuan agar kaum gay dapat diterima oleh masyarakat.
Komentar
Posting Komentar