Yuk, Jelajah Legenda lewat Pasanggiri Mojang Jajaka Jawa Barat 2016!
"Sampurasun!"
Begitulah kira-kira salam khas dari daerah Jawa Barat. Berbicara tentang Jawa Barat, saya jadi pengen cerita sedikit mengenai pemilihan Duta Wisata Daerah atau yang lebih dikenal dengan Pasanggiri Mojang Jajaka. Mungkin karena masih dalam euforia PON XIX yang mengangkat tema "Berjaya di Tanah Legenda", pasanggiri tahun ini pun sama-sama mengangkat tema "Legenda" dengan motto "Wisata di Tanah Legenda" dimana setiap peserta yang berasal dari kota/kabupaten yang ada di Jawa Barat menyuguhkan cerita legenda dari daerahnya masing-masing. Menurut saya, hal tersebut sangat menarik karena kita jadi tahu mengenai legenda-legenda khususnya yang ada di masing-masing daerah di Jawa Barat.
FYI: Seharusnya sih ada 27 legenda mengingat jumlah kokab yang ada di Jawa Barat ini sebanyak 27 daerah juga. Namun, karena Kabupaten Subang dan Kota Cirebon absen dalam pasanggiri tahun ini, jadi hanya ada 25 legenda saja.
Begitulah kira-kira salam khas dari daerah Jawa Barat. Berbicara tentang Jawa Barat, saya jadi pengen cerita sedikit mengenai pemilihan Duta Wisata Daerah atau yang lebih dikenal dengan Pasanggiri Mojang Jajaka. Mungkin karena masih dalam euforia PON XIX yang mengangkat tema "Berjaya di Tanah Legenda", pasanggiri tahun ini pun sama-sama mengangkat tema "Legenda" dengan motto "Wisata di Tanah Legenda" dimana setiap peserta yang berasal dari kota/kabupaten yang ada di Jawa Barat menyuguhkan cerita legenda dari daerahnya masing-masing. Menurut saya, hal tersebut sangat menarik karena kita jadi tahu mengenai legenda-legenda khususnya yang ada di masing-masing daerah di Jawa Barat.
FYI: Seharusnya sih ada 27 legenda mengingat jumlah kokab yang ada di Jawa Barat ini sebanyak 27 daerah juga. Namun, karena Kabupaten Subang dan Kota Cirebon absen dalam pasanggiri tahun ini, jadi hanya ada 25 legenda saja.
Tanpa banyak basa-basi lagi, saya mengucapkan Selamat Datang di Tanah Legenda!
KOTA DEPOK
Legenda Margonda dan
Sang Istri Maemunah
Margonda lahir pada tahun 1918. Pada
tahun 1945. Margonda ikut aktif dalam gerakan kepemudaan yang membentuk
laskar-laskar. Margonda bersama tokoh-tokoh pemuda lokal di wilayah Bogor dan Depok
mendirikan Angkatan Muda Republik Indonesia yang bermarkas di Jalan Merdeka,
Bogor, umur Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) di bawah pimpinan Margonda
relatif singkat. Mereka pecah dan anggotanya bergabung dengan BKR.
Pada
tanggal 11 Oktober 1945, Margonda bersama pasukannya dari AMRI dan para pejuang
dari berbagai laskar di Bogor dan sekitarnya menyerbu Depok, oleh karena kota
tersebut tidak mau bergabung dengan Republik Indonesia.
Dengan dilepas
sang istri tercinta, Maemunah, Margonda dan kawan-kawan berangkat dengan
menggunakan kereta api. Saat itu situasi di Depok sudah tidak terkendali,
ribuan pemuda yang mengepung sudah berhasil menguasi Kota Depok. Namun tidak
berapa lama, datang pasukan Sekutu untuk merebut Depok kembali.
Pertempuran
yang tidak seimbang itu pun membuat para pejuang mundur untuk menyusun
kekuatan. Puncaknya, serangan balik dilangsungkan pada tanggal 16 November
1945, dengan sandi perang "Serangan Kilat'. Pertempuran antara Sekutu
dengann para pejuang semakin sengit, sampai-sampai perang tersebut berlangsung
hingga sehari-semalam. Dalam peristiwa tersebut, banyak pejuang Republik yang
gugur, termasuk Margonda yang tertembak di daerah Kalibata Depok. Margonda
Wafat di usia 27 tahun.
Gugurnya
Margonda ternyata tidak diketahui oleh sang istri tercinta, Maemunah. Ia sangat
merindukan suaminya, dan kerap datang ke Stasiun bersama anak perempuannya yang
baru bisa berjalan, Jopiatini untuk mencari kabar sekaligus menyambut
kedatangan suami tercinta.
Namun,
penantiannya tidak terbalas, sang suami tidak kunjung datang menemuinya
walaupun perang telah berakhir pada tahun 1949.
Pada
satu waktu, para sekondan Margonda mengunjungi rumah Maemunah, mereka bercerita
bahwa suaminya itu bertempur dengan gagah berani sampai dan gugur setelah tertembak
peluru Sekutu. Akan tetapi Maemunah tidak percaya begitu saja cerita tersebut,
ia tetap sabar menantikan kedatangan sang suami.
KABUPATEN BOGOR
Legenda Dyah Pitaloka
Citrarsmi dan Prabu Suryakencana
“Najan getih ngabayabah
ngamalir maseuhan solokan
sisi pasanggrahan bubat
Gusti jeung abdi ngajurit bumela
ka nagara
Batan kudu taluk
Leheung Keneh bela pati
Najan jasad ngagunduk di palagan
bubat”
Dyah Pitaloka adalah putri
kesayangan Lingga Buana. Bahkan dengan kesahajaannya, Ia rela dilamar oleh
kerajaan dari timur, meski harus dituntut untuk menjemput kesana. Lukisan paras
cantiknya sudah menyebar ke seantero nusantara pada masa itu. Namun, alangkah
terkejutnya setelah tahu dirinya tidak akan bertemu jodohnya. Yang ada
Citraresmi belapati meregang nyawa bersama ratusan wanita sunda. Dengan patrem
yang dibekali pamannya Bunisora, Citraresmi memilih menjemput kematiannya
dibanding harus diinjak harga dirinya, harga diri orang sunda.
“Pajajaran sirna ing ekadaca
Cuklapaksa weshakamasa
Sewu limang atus punjul
Siki ikang cakakala”
Prabu Nusiya Mulya atau Prabu
Suryakancana merupakan raja terakhir pajajaran yang disebut-sebut sampai titik
darahnya terus memperjuangkan kekuasaan dan tahta pakuan pajajaran. Karena
keteguhannya pun, mahkota ia serahkan ke kerajaan yang dianggap sah
meneruskannya, sumedang larang.
Keraton dikepung dengan berbagai
macam senjata yang asalnya dari barat, pasukan Hasanudin. Namun benteng istana
kokoh meski digempur. Suryakencana raja tan makuta. Sampai saat ini ucapan Suryakancana
masih tertulis lengkap dalam wangsit siliwangi.
KOTA BOGOR
Legenda Keprabon
Sekar Kancana Pakuan
Bogor sebagai pusat Kerajaan
Pajajaran telah memiliki Tata Rias dan Busana adatnya sendiri. "Keprabon
Sekar Kancana Pakuan" yang didasarkan pada nama busana kebesaran yang
digunakan oleh Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi dan Permaisuri Kentring
Manik Mayangsari. "Keprabon Sekar Kancana Pakuan” menggunakan bahan beludru
berwarna ungu, yang menurut sejarah Kerajaan Pakuan Pajajaran warna ungu adalah
warna khas Kota Bogor (berawal dari kesukaan dan kegemaran istri dari Prabu
Siliwangi II. Warna Ungu memiliki arti sifat-sifat yang ada dalam manusia yang
sebetulnya berjiwa suci, tulus serta berani, namun terkadang keberanian yang
berlebihan dapat menimbulkan kemurkaan dari luapan emosi dan amarah yang pada
akhirnya, manusia tersebut bisa melakukan kejahatan yang diliputi kegelapan
didalam hati.
Batik asli Kota Bogor mempunyai
motif yang banyak mengandung filosofi. Kain batik “Motif Ragen Panganten” yang
digunakan wanita, mempunyai arti “Pasangan”, yakni menjadikan sepasang-sepasang
(Sunda-sajodo-sajodo/pelakeun papasangan). Motif ini mempunyai warna dasar
Kuning Jahe dengan ciri-ciri bergambar daun Puring yang bermakna sebagai
Pengiring, Kembang Cangkok Wijayakusumah bermakna kembangnya seorang Ratu dan
Kembang Muncang dilambangkan sebagai yang sudah mekar. Motif batik “Banyak
Ngantrang” memiliki warna dasar kain ungu, lambang Dunia Pajajaran. Ciri khas
yang cukup menonjol dari motif ini adalah Manuk Julang berwarna Emas/Coklat
perlambang burung yang mempunyai jelajah jauh dan terbang tinggi serta species
burung purba, Kembang Cangkok Wijayakusumah sebagai lambang bunga seorang ratu,
berwarna pink, merah atau putih serta tergambar Kembang Loa yang berasal dari
Pohon Loa yang mempunyai warna merah.
Motif Batik Pakuan Pajajaran
“Ragen Panganten” dan “Banyak Ngantrang”, hingga saat ini belum diizinkan
digunakan bagi masyarakat umum. Maka untuk komersil dapat digunakan kain batik
khas Bogor “Tradisiku”. Sinjang bermotif “Lereng Kujang Seling Kijang
Kujang”yang didesain Bapak Siswaya dan telah dipatenkan sebagai corak batik
Kota Bogor berwarna krem, bugur, dan prada emas.
KABUPATEN SUKABUMI
Legenda Ratu Pantai
Selatan
Oleh karena Prabu Siliwangi
sangat ingin memiliki anak laki-laki, maka menikahlah Prabu Siliwangi dengan
wanita lain dan berhasil melahirkan seorang anak laki-laki.
Ibu tiri Putri Rara Kadita ingin
anaknya menjadi pewaris tahta kerajaan dan menganggap bahwa Putri Rara Kadita
akan menjadi penghalang, ibu tiri Putri Rara Kadita pun mencoba mengusir sang
Putri dengan cara mengirim guna-guna berupa penyakit kulit yang tidak akan ada
obatnya. Akhirnya, karena didesak akan malapetaka, Prabu Siliwangipun mengusir
sang Putri dari kerajaan. Sang Putri Rara Kadita pun mengasingkan diri ke
pantai selatan.
Di tengah perjalanan sang Putri
bertemu dengan seseorang yang diyakini adalah Dewa yang menyuruhnya untuk mandi
di pantai selatan. Setelah tiba di pantai selatan sang Putri pun menceburkan
diri ke pantai dan seketika itu penyakitnya pun hilang. Namun, sang putri harus
tetap bersemayam di pantai selatan.
Sejak saat itu, sang Putri Rara
Kadita menjelma menjadi Nyi Roro Kidul "Sang Penguasa Pantai Selatan"
di tempat yang sekarang kita kenal sebagai Palabuhan Ratu.
KOTA SUKABUMI
Legenda Sasakala
Pakujajar di Gunung Parang
Alkisah, terdapat dua anak manusia yang dibesarkan
bersama oleh Nyai Raden Putang Mayang yang merupakan istri dari Bupati
Kabupaten Pagadungan bersama Ki Jaro Loa Kutud yang merupakan Lurah dari
Kadatuan Pamingkis serta istrinya yang bernama Nini Rumpay Tanggeuy Ringsang.
Kedua anak tersebut bernama Raden Pudak Arum dan Wangsa Suta yang merupakan
anak yang mereka temukan di tengah hutan pada saat perjalanan untuk mengungsi
di Gunung Sunda. Mereka dirawat hingga dewasa. Sampai pada akhirnya benih cinta
dan rasa saling menyayangi tumbuh diantara mereka, serta saling berjanji akan
hidup bersama selamanya dan akan mengikatnya dengan tali perkawinan.
Sebelum menikahi Nyai Raden Pudak
Arum, Wangsa Suta bertekad untuk berkelana mencari ilmu terlebih dahulu kepada
Resi Saradea di Selatan Gunung Walat. Di samping itu, kecantikan Pudak Arum
telah menyebarkan namanya hingga ke berbagai pelosok dan membuatnya menjadi
incaran para bangsawan. Kendati pun, berkali-kali lelaki berdatangan untuk
mempersunting Pudak Arum, berkali-kali pula berita meninggalnya sang calon
suami secara tiba-tiba tersebar. Hingga saat Wangsa Suta sedang memenuhi tugas
dari Resi untuk membangun sebuah kampung di Gunung Parang yang tepatnya
terdapat pohon Paku Jajar berdahan lima, terdengarlah berita bahwa Pudak Arum
akan dihukum pati karena dianggap sebagai pembawa celaka dengan cara dipenggal.
Wangsa Suta pun menyelamatkan Pudak Arum dan menyuruhnya berlari lalu menunggu
kedatangannya setelah selesai bertarung di bawah pohon Paku Jajar berdahan lima
di Gunung Parang. Ternyata, Pudak Arum ditangkap kembali oleh Algojo yang lain
dan dibawa ke Pulau Puteri. Wangsa Suta yang sama sekali tidak mengetahui hal
tersebut berlari menuju Gunung Parang, namun tidak menemukan kehadiran Pudak
Arum. Oleh karena ramalan Sang Resi berkata kelak akan datang sosok yang
gambaran pribadinya bagai Pudak Arum setelah kampung yang dipesankan selesai,
Wangsa Suta pun memutuskan untuk tidak mencari Pudak Arum alih alih
menyelesaikan kampung agar ramalan dapat segera terwujud. Pada akhirnya,
kampung tersebutlah yang kini dikenal sebagai Kota Sukabumi.
KABUPATEN
BEKASI
Legenda Entong Tolo
dan Putri Tuan Tanah (Lenong Patah)
Meskipun terdapat pembangunan infrastruktur di
Bekasi, masyarakat Bekasi tetap saja sengsara. Penindasan yang dilakukan oleh
para Tuan Tanah dan kaki tangannya terhadap masyarakat tetap tidak terkendali.
Pihak aparat keamanan pun ternyata bukan melindungi rakyatnya, melainkan lebih
berpihak kepada kepentingan Tuan Tanah dan pihak Kompeni.
Upah yang begitu rendah, berbagai
macam pungutan dan pajak yang memberatkan, ketidakadilan yang begitu kentara,
dan kesengsaraan yang semakin marak menimpa rakyat.
Dengan keadaan yang sangat
memprihatinkan tersebut, hadirlah sosok Entong Tolo si Robin Hood dari Bekasi
pada awal abad 20. Ia adalah sosok jawara yang disegani Kompeni dengan aksi
mencuri benda-benda berharga. Mulai dari kompeni hingga Tuan Tanah tak luput
dari aksi liarnya.
Namun, dibalik cara beringasnya
tersebut, ada pemaknaan lain yang mendalam, yakni harta benda yang dicuri dan
dijarah olehnya semata-mata hanya untuk rakyat miskin yang ingin ia bantu.
Di sisi lain, ada seorang Putri
Tuan Tanah yang lahir dari keluarga bangsawan Belanda. Dengan pesonanya, seakan
menghentikan cara liar Entong Tolo dalam menolong rakyat miskin.
Apa yang akan terjadi selanjutnya
pada Entong Tolo? Akankah Ia tetap melakukan aksinya di tengah tipu daya
kecantikan Putri Tuan Tanah?
Nantikan cerita selanjutnya di
media sosial PAMSI.
KOTA BEKASI
Legenda Buaya Putih
Kali Bekasi
Konon pada zaman dahulu kala
hiduplah seorang gadis bernama Zaenab yang cantik jelita. Zaenab tumbuh di
lingkungan yang agamis dan kental akan budaya betawi. Ayahnya yang seorang
jawara Kota Bekasi selalu mengajarkan ilmu luhur dan mendidik Zaenab sebagai
seorang jawara. Hal ini membuat Zaenab tumbuh menjadi gadis yang tangguh.
Menginjak usia dewasa Zaenab yang belum memiliki suami dipaksa untuk segera
menikah. Namun, Zaenab menolak karena belum ada satu lelakipun yang dianggapnya
pantas dan mampu menandingi dirinya.
Alhasih sang ayah mengadakan
sayembara "Barang siapa yang mampu mengalahkan ilmu silat Zaenab, anak
gadisku, akan kujadikan suami bagi anakku". Mendengar pengumuman
sayembara, jawara-jawara dari penjuru Bekasi, Depok, Bogor, dan Sunda Kelapa
berbondong-bondong datang mencoba menaklukan Zaenab. Tapi tak ada satupun yang
mampu mengalahkannya sampai datanglah seorang pemuda yang memiliki ilmu silat
tinggi, cepat menyambar bak jurus Bajul dan Zaenab akhirnya dapat dikalahkan.
Terlibat dalam adu jurus jawara selama sayembara berlangsung, Zaenab dan pemuda
tersebut saling jatuh cinta. Mereka kemudian menikah dan menjadi suami istri
yang dikarunia seorang anak.
Tak lama berselang, sang suami
teringat akan pantangan mengenai ilmu silat yang dipelajarinya, yakni dia tidak
boleh menikah dengan siapapun dan apabila melanggar maka dia akan berubah
menjadi sosok buaya putih. Seketika itu juga sang suami dan anaknya berubah wujud
menjadi buaya putih dan buaya buntung. Mereka berjalan menuju dasar Kali
Bekasi. Zaenab yang terpukul dengan kutukan tersebut dengan berat hati
mengantar suami dan anaknya menuju kali bekasi. Setiap hari ia mengunjungi kali
bekasi untuk menjenguk suami dan anaknya.
Mengetahui hal ini, warga kota
bekasi dilarang membuang sampah di kali sehingga mereka terbiasa untuk
"nabunin" sampah. Dipercaya apabila mereka membuang sampah di kali,
mereka akan dikutuk dan akan dihampiri oleh buaya putih maupun buaya buntung.
KABUPATEN KARAWANG
Legenda Syekh Quro
dam Nyai Subang Larang
Legenda yang diangkat oleh Akang Teteh MOKA Kab.
Karawang yaitu Legenda Penyebaran Agama Islam di Tanah Karawang yang dilakukan
oleh Syekh Hasanudin atau yang lebih dikenal sebagai Syekh Quro. Beliau adalah
putra ulama besar Perguruan Islam dari Negeri Campa yang bernama Syekh Yusuf
Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syekh Jamaluddin Akbar Al-Husaini
serta Syekh Jalaluddin ulama besar Mekah. Syekh Quro awal mulanya diutus oleh
Syekh Yusuf Siddik untuk menyebarkan agama Islam degan mengikuti pelayaran
persahabatan bersama Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho dan
mendarat di Pelabuhan Muara Jati.
Setelah sesampainya di Pelabuhan
Muara Jati, Syekh Quro bertemu dengan Syahbandar Pelabuhan Muara Jati yaitu Ki
Gedeng Tapa. Ki Gedeng Tapa ini adalah ayah dari Kubang Kencana Ningrum (Nyai
Subang Larang). Syekh Hasanudin kemudian akrab dengan Ki Gedeng Tapa, dan pada
saat inilah Ki Gedeng Tapa menitipkan anaknya yaitu Nyai Subang Larang untuk
belajar Agama Islam kepada Syekh Quro.
Ketika kapal sudah berada di
Pura, Karawang, Syekh Quro beserta pengikutnya turun dan tinggal untuk
menyebarkan agama Islam di wilayah Pura. Disini pula Nyai Subang Larang
mempelajari Agama Islam kepada Syekh Quro. Ia mengikuti pelayaran hingga sampai
di Pura, Karawang. Dalam penyebarannya, Syekh Quro mendirikan pesantren dan
masjid disekitar Pelabuhan Bunut Kertayasa pada 1340 Saka yang konon merupakan
masjid pertama yang berdiri di Tanah Jawa dan saat ini masjid tersebut menjadi
Masjid Agung Karawang.
Pada akhirnya Kubang Kencana
Ningrum (Nyai Subang Larang) menjadi santriwari dari Syekh Quro. Asal mula nama
Nyai Subang Larang pun diberikan oleh Syekh Quro, Nyai Subang Larang merupakan
suatu gelar yang berarti Pahlawan Berkuda. Sampai pada akhirnya Nyai Subang
Larang dipersunting oleh seorang Pamanah Rasa yang memenagkan sayembara tarung.
Pamanah Rasa tersebut dikenal sebagai Prabu Siliwangi.
KABUPATEN CIANJUR
Legenda Anjuran
Manjur di Cianjur
Alkisah, terdapat sebuah kerajaan yang makmur
terletak di bagian barat pulau jawa bernama Kutatanggeuhan. Kerajaan tersebut dipimpin
oleh Raja bijaksana nan tampan, yaitu Prabu Suwartalaya yang beristrikan
permaisuri cantik nan rupawan bernama Ratu Purbamanah. disana rakyat hidup
makmur dan sejahtera. Tiba-tiba kesedihan meliputi Istana, hal itu dikarenakan
sang Raja dan Ratu sudah bertahun-tahun belum juga memiliki pewaris tahta. Sang
Prabu memohon petunjuk pada yang Maha Kuasa. Lalu, ia pergi ke puncak Gunung
Gede bersama seekor duda yang tak Ia tunggangi. Ia bersemedi bermalam-malam
hingga suatu malam terdengar suatu bisikan.
"Benarkah Engkau
menginginkan seorang anak?" Ujar suara ghaib tersebut.
"Ya, saya tak sanggup
melihat kesedihan istri saya setiap hari" Jawab Sang Prabu.
"Sekarang pulanglah,
kemudian bersedekahlah sebanyak mungkin pada rakyatmu" dan suara ghaib itu
pun menghilang...
Sang Prabu pulang ke istana
bersama kudanya yang tak juga Ia tunggangi.
......
Akankah Sang Prabu melaksanakan Anjuran
suara ghaib tersebut? lalu mengapa kuda tersebut dibiarkan Kosong begitu saja
oleh Sang Prabu? Bagaimana dengan nasib Sang Ratu? bisa mengandungkah ia?
Dan bagaimana akhirnya kawasan
istana tersebut dapat dinamakan Cianjur?
Simak cerita selengkapnya di akun
Instagram Mojang Jajaka Kabupaten Cianjur!
KABUPATEN
PURWAKARTA
Legenda Riwayat
Menyayat Perang Bubat, Menak Sunda Bela Pati
Konon, kecantikan dan kemolekan Citraresmi, putri
sulung Prabu Maharaja atau di sebut juga Prabu Linggabuwana telah menyebabkan
penguasa Majapahit Prabu Hayam Wuruk terpikat. Lamaran pun segera di kirim ke
Kawali dengan maksud mempersunting Sang Putri untuk dijadikan Permaisuri.
Dengan itikad baik, Sang Prabu
Maharaja yang dikenal bijaksana dan penuh welas asih berangkat dari Kawali yang
pada saat itu menjadi pusat pemerintahan Galuh, membawa serta putrinya dalam
sebuah rombongan kecil. Saat itu, Sang Raja tidak membawa pasukan lengkap
kecuali hanya sebatas para pengawal, toh kedatangannya ke Majapahit pun hanya
sebatas menjodohkan putrinya.
Namun sayang, sesampainya
rombongan di Bubat, yang segera diterima oleh Prabu Maharaja adalah kabar yang menyesakan
dada. Akibat ulah Mahapatih Gajah Mada, ia menyampaikan bahwa Citraresmi tidak
akan dijadikan sebagai calon istri Hayam Wuruk, melainkan dijadikan upeti atau
perempuan persembahan dari negeri jajahan.
Hal itu membuat Prabu Maharaja
amat tersinggung, dan bentrok fisik pun tidak dapat terelakkan lagi. Para
pengawal yang berangkat dari Kawali di bawah pimpinan Sang Prabu dengan gagah
berani tak gentar menghadapi pasukan Majapahit yang sejak dari kebarangkatannya
pun sudah di persiapakan utk menghadapi perang besar. Pasukan yang dipimpin
oleh Patih Gajah Mada ini datang bersenjata lengkap, dalam jumlah berkali-kali
lipat lebih banyak dari pengawal sang Maha Raja.
Sudah bisa dipastikan, pasukan
pribumi lah yang unggul, karena kekuatannya lebih besar. Prabu Maharaja,
demikian juga para pengawal setianya gugur sebagai ksatria, tidak ada yang
tersisa satupun, mereka lebih baik tutumpuran
dari pada mendapat hinaan sebagi negeri jajahan. Melihat ayahanda dan
pasukannya gugur, akhirnya Citraresmi pun menusukan patrem ke ulu hatinya
sendiri sehingga menemui ajalnya. Ia memilih cara sendiri yang mengantarnya pada
kematian daripada harus hidup dalam kondisi teramat hina sebagai perempuan
persembahan dari negeri jajahan.
Citraresmi tidak ragu mengakhiri
hidup, demi membela kehormatan dirinya, demi menjaga citra perempuan Sunda, dan
demi harkat serta nama baik Sunda.
KABUPATEN
BANDUNG BARAT
Legenda Tangkuban
Parahu
Permintaan Dayang Sumbi agar
dibuatkan sagara (danau) dari Sungai Citarum yang dibendung dan perahu dalam
semalam dijadikan syarat berat agar Sangkuriang dapat mewujudkan keinginannya.
Namun, semesta mendengar doa Dayang Sumbi, kokok ayam pun menjadi penanda
kegagalan Sangkuriang menyelesaikan permintaan Dayang Sumbi. Sangkuriang gagal,
dan amarah pun tak terbendung lagi. Dipuncak kemarahan sang ksatria gagah
tersebut, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran
sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang.
Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan
bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi gunung.
Gunung Tangkuban Parahu.
Parahu teu parat diwangun
Kaburu wanci balebat
Hayam pating kongkorongok
Mapag nu siga balebat
Kaduhung sagede gunung
Ati peurih meunang wirang
Langsung nalapung parahu
Nu nangkub nepi ka kiwari
KABUPATEN BANDUNG
Legenda Lutung
Kasarung
Ngalalakonkeun kateuadilan di nagara Pasir Batang ku
sabab putri sulung Purba Rarang hayang maténi adina anu bungsu Purba Sari
alatan bapana ngawariskeun karajaan ka Purba Sari. Ku sabab Purba Sari leutik
kénéh, nya kalungguhanana disuluran ku lanceukna, Purba Rarang. Di Kahiangan
kacaturkeun Guru Minda meunang impian pinanggih jeung putri nu kacida geulisna
sarimbag jeung kageulisan indungna, nyaéta Sunan Ambu. Nalika isukna Guru Minda
madep ka Ibuna, Guru Minda ngalingling ngadeuleu maling (maling teuteup) ka nu
jadi indung, nepi ka Sunan Ambu ngahukum anakna turun ka buana panca tengah (alam
dunya) pikeun néangan pupujan atina tapi kalawan ngagunakeun baju sanghyang
méga hideung, nyaéta lutung.
Di Buana Pancatengah Guru Minda
nu minda rupa jadi Lutung turun di leuweung tuluy panggih jeung Aki Panyumpit
nu dipapancénan ku Purba Rarang sangkan néwak Lutung alatan Prabu Tapa Ageung
nu bobor tatapa ku cara ngadahar daging lutung. Aki Panyumpit tuluy mawa lutung
ka istana, ngan ku sabab kacida héséna dipeuncit, samalah kalah ngaruksak
taman, Purba Rarang nitah ka Si Léngsér pikeun ngahaturkeun éta lutung ka Purba
Sari.
Basa amprok jeung Purba Sari,
Guru Minda sadar yén manéhna geus pinanggih jeung putri nu kungsi ngalangkang
dina impianna. Sanggeus ngaliwatan sababaraha ujian jeung sagala cobaan nu
datang ti Purba Rarang, antukna Purba Sari Ayu Wangi bisa ngarebut kalungguhan
anu sakuduna dipimilik ku manéhna sarta mingpin karajaan dibarengan ku Guru
Minda nu geus salin jinis jadi jajaka nu kacida kasépna.
KOTA BANDUNG
Legenda Lutung
Kasarung
Berdasarkan catatan sejarah perfilman di Indonesia,
Loetoeng Kasaroeng adalah film pertama yang diproduksi di Indonesia. Ketika itu
masih eranya film bisu dan hitam putih. Film yang ditayangkan di bioskop hanya
berupa gambar bergerak tanpa ada suara sama sekali.
Film bisu ini dirilis pada tahun
1926 oleh NV Java Film Company. Sutradaranya adalah dua orang asal Belanda G
Kruger dan L Heuveldorp. Meski begitu, para pemain film ini adalah aktor dan
aktris pribumi.
Pemutaran perdananya di kota
Bandung berlangsung sukses dari tanggal 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927
di Bioskop Majestic. Film Lutung Kasarung ini tercatat pernah dibuat ulang dua
kali yaitu tahun 1952 dan 1983.
Berkisah tentang Lutung Kasarung
yang artinya Lutung yang Tersesat adalah cerita rakyat yang mengisahkan legenda
masyarakat Sunda tentang perjalanan Sanghyang Guruminda dari Kahyangan yang
diturunkan ke Buana Panca Tengah (Bumi) dalam wujud seekor lutung (sejenis
monyet). Dalam perjalanannya di Bumi, sang lutung bertemu dengan putri
Purbasari Ayuwangi yang diusir oleh saudaranya yang pendengki, Purbararang.
Lutung Kasarung adalah seekor mahkluk yang buruk rupa. Pada akhirnya ia berubah
menjadi pangeran dan mengawini Purbasari, dan mereka memerintah Kerajaan Pasir
Batang dan Kerajaan Cupu Mandala Ayu bersama-sama.
KOTA
CIMAHI
Legenda Kolonel
Masturi
Kolonel Anumerta Masturi adalah mantan Bupati
Bandung yang dilantik pada tanggal 27 Februari 1967, menggantikan R.Memed
Ardiwilaga. BA. Kolonel Masturi adalah Bupati kedua yang berasal dari kalangan
Militer. Hal ini dianggap sesuai konsep Dwi-Fungsi ABRI yang menyatakan bahwa
ABRI itu mempunyai tugas ganda (Dwi Fungsi) yaitu selain memangku tugas sebagai
alat Negara dalam bidang pertahanan dan keamanan juga mempunyai tugas kerja dalam
bidang kemasyarakatan (sosial).
Dahulu, Cimahi merupakan bagian
dari Kabupaten Bandung, yang dimana pada tanggal 29 Januari 1976 ditetapkan
sebagai Kota Administratif.
Peran Keluarga Kolonel Masturi
untuk Kota Cimahi sangat penting. Keluarga Kolonel Masturi memberikan dampak
yang sangat besar dalam bidang pembangunan untuk Kota Cimahi. Untuk mengenang
jasa-jasa Kolonel Anumerta Masturi, maka dijadikanlah salah satu nama jalan
yang ada di Kota Cimahi.
KABUPATEN
GARUT
Legenda Situ Bagendit
dan Legenda Prabu Kian Santang
Garut dan legenda.
Layaknya dua kutub magnet yg saling melintang melintasi bumi pangirutan, Nyi
Endit dan Prabu Kian Santang adalah dua sosok legendaris dengan kepribadian yg
sangat jauh berbeda namun sama2 memiliki legenda yg memikat.
LEGENDA SITU BAGENDIT
Situ bagendit merupakan danau
legendaris di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, Kab. Garut.
Dahulu kala sebelum Situ Bagendit
terbentuk, tinggalah di sebuah desa seorang janda rupawan yang sangat kaya raya
namun juga sangat kikir dan sombong. Warga pun kemudian memanggilnya dengan
sebutan "Nyi Endit", berasal dari kata pedit yang artinya pelit.
Emas, perhiasan, dan semua kekayaan yang melimpah ruah serta kecantikan paras
Nyi Endit yang kerap dibanggakannya harus sirna hanya dalam sekejap mata.
Dengan satu kutukan dari seorang
tua, desa tempat Nyi Endit tinggal berubah menjadi sebuah Situ (danau) sebagai
bentuk hukuman atas ketamakan dan kesombongannya. Konon tutur rakyat di sana,
sosok Nyi Endit sejak saat itu telah berubah menjadi siluman lintah raksasa
penuh perhiasan yg hingga kini masih mendiami Situ Bagendit.
---------------------------------------------------------------------------------
LEGENDA PRABU KIANSANTANG.
Prabu Kiansantang (Galantrang
Setra) lahir pada tahun 1315 dari Raden Prabu Siliwangi dan salah satu prameswarinya,
Nyi Subang Larang.
Melalui pengalaman spiritualnya
yang luar biasa, Prabu Kiansantang menjadi sangat melegenda bagi masyarakat
Garut sebagai penyebar ajaran agama Islam di Tatar Pasundan.
Sebagai sosok yang tangguh dan
berpendirian, beliau mengajak sang ayah, Raden Prabu Siliwangi, untuk juga
turut memeluk agama Islam. Namun sang ayah dengan keras menolak, dan memilih
melarikan diri ke Hutan Sancang (Leuweung Sancang) di daerah Garut Selatan.
Semua "patilasan" dari usahanya untuk mengajak sang ayah memeluk
Islam kini menjadi nama-nama wilayah khusus di Kabupaten Garut seperti: Godog,
Munjul, Panembong, dan Waspada. Sampai pada akhirnya Prabu Kiansantang pun
dimakamkan di daerah Godog, Karangpawitan, Kabupaten Garut.
KABUPATEN
INDRAMAYU
Legenda Babad Dermayu
Alkisah hiduplah seorang Pemuda
bernama Raden Bagus Arya Wiralodra, anak lelaki dari Raden Gagak Singalodra,
Adipati dari Bagelen, yang melalui petapaannya di Gunung Sumbing mendapatkan
wangsit untuk pergi ke daerah barat Jawa. Sampai akhirnya ia menemukan Sungai
Cimanuk dan mendirikan Padukuhan Cimanuk. Disana, ia bertemu dengan Nyi Mas
Endang Darma Ayu, wanita cantik dengan berbagai keahlian yang telah menarik
hatinya.
Namun cinta mereka terbentur oleh
rasa dendam Wiralodra karena Nyi Mas Endang Dharma Ayu telah membunuh Raden
Arya Dila, paman Raden Bagus Arya Wiralodra.
Hubungan cinta dan benci mereka
berakhir dengan Nyi Mas Endang Darma Ayu yang menceburkan dirinya ke dalam
Sungai Cimanuk sembari berpesan pada Raden Bagus Arya Wiralodra agar memberi
nama padukuhan tersebut dengan namanya sebagai bukti cinta Raden Bagus Arya
Wiralodra pada Nyi Mas Endang Darma Ayu.
Sejak saat itulah nama Padukuhan
Cimanuk berubah nama menjadi Dharma Ayu, yang kemudian menjadi Dermayu, dan kini
kita kenal sebagai Indramayu.
KABUPATEN
SUMEDANG
Legenda Prabu Geusan
Ulun
Legenda ini menceritakan Prabu geusan Ulun sebagai
raja terakhir Sumedang dengan istri pertamanya yang bernama Nyi Mas Cukang Gedeng
Waru.
Pangeran Angkawijaya yang
terkenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun dalam silsilah keluarga Sumedang adalah
putra Pangeran Kusumahdinata I (Pangeran Santri) selain dianggap sebagai raja
daerah atau mandala Kerajaan Sumedang Larang juga mendapat gelar jabatan
Nalendra dari Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Beliau dijadikan titik tolak
urutan para keturunan Sumedang serta diposisikan sebagai Bupati pertama
walaupun istilah Bupati belum dikenal pada waktu itu. Mulailah urutan para
penguasa atau Bupati yang memerintah Sumedang secara turun menurun, dimulai
dari pewarisan kekuasaan/ kerajaan kepada salah satu putranya yang bernama
Prabu Geusan Ulun atau Pangeran Kusumadinata II dan bergelar Nalendra yang
memerintah dari tahun 1578 sampai tahun 1610.
Pada masa pemerintahannya datang
menghadap untuk mengabdi serombongan orang yang dipimpin oleh empat Kandage
Lante (bangsawan/ abdi raja setingkat bupati) dari Pakuan Pajajaran yang telah
hancur diserang Kesultanan Banten, kedatangannya selain melaporkan bahwa Pajajaran
telah bubar juga meminta agar Prabu Geusan Ulun meneruskan kepemimpinan Pakuan
Pajajaran, diserahkanlah mahkota emas milik Raja Pakuan Pajajaran yang bernama
Binokasih (Mahkota Binokasih) berikut perhiasan serta atribut kebesaran lainnya
sebagai bentuk pernyataan bahwa Kerajaan Sumedang Larang telah ditetapkan
sebagai penerus kekuasaan Pakuan Pajajaran.
Nyi Mas Cukang Gedeng Waru
sendiri adalah istri pertama dari Prabu Geusan Ulun. Dari Nyai Mas Cukang
Gedeng Waru inilah Prabu Geusan Ulun memiliki anak salah satunya bernama Rangga
Gede dan diberi gelar Pangeran Kusumadinata III.
KABUPATEN
MAJALENGKA
Legenda Simbar
Kancana Males Pati
Simbar Kancana merupakan putri dari kerajaan Talaga
yang memiliki paras menawan, karena kecantikannya maka Raja Talaga Manggung
melakukan sayembara untuk menentukan pendamping bagi putrinya. Sayembara
dimenangkan oleh seorang ksatria dari Palembang bernama Sakyawirya atau lebih
dikenal dengan Palembang Gunung yang kemudian dinobatkan menjadi patih utama
kerajaan Talaga sekaligus menjadi suami dari Simbar Kancana. Karena
ketamakannya ingin menguasai kerajaan Talaga, Palembang Gunung menyingkirkan
Raja Talaga Manggung dengan cara mengutus orang kepercayaannya untuk membunuh
raja. Simbar Kancana merasa terpukul atas kepergian ayahanda tercintanya.
Melalui Kusumalaya, Simbar Kancana akhirnya mengetahui bahwa yang menjadi
dalang pembunuhan ayahnya adalah suaminya sendiri.Luka dan perih menjelma
menjadi kobaran dendam akibat pengkhianatan di tanah Talaga.
Getih dibales getih, nyawa
dibales nyawa.
Banda moal malire asihna patih nu
ting garupay menta seba kanu bogana
Asih mopoek ati nu sulaya kana
jangji
Patrem nu jadi saksi cinta nu teu
suci
KABUPATEN
TASIKMALAYA
Legenda Singarani
Salasahiji putri Raja Batara Wastuhayu ti Karajaan
Galunggung ngaranna Putri Maharani, hiji mangsa nalika putri nyaba ka leuweung,
Putri kasarung. leungit taya béja, taya
raratanana. Ngadangu éta kajadian Raja Batara Wastuhayu kacida pisan
hariwangeunna, nepika Raja ngayakeun hiji sayembara nu eusina "Sing saha
waé anu bisa manggihan Putri Maharani mun lalaki rék diangkat jadi
salakina".
Lian ti éta Batara Wastuhayu
maréntahekun balatentarana sangkan milu néangan Putri Maharani, nyalusur unggal
leuweung nu aya disabudeureun karajaan. Anjog ka hiji tempat kabeneran aya
balatentara anu manggihan Putri Maharani keur ngadekul na luhur batu, tapi nu
matak jadi reuwas Putri Maharani keur dibarengan ku Singa anu sakitu badag
jeung pikasieuneunana. Éta Singa rék dipaéhan ku balatentara tapi Putri Rani ngahalangan,
nyaram éta Singa ulah dipaéhan.
Balatentara balik ka karajaan
unjukan ka Raja ngeunaan éta kajadian. Batara Wastuhayu langsung nyumpingan éta
patempatan rék ngajak Putri Maharani mulang tapi Putri nolak pangajakna, iwal
lamun balikna jeung Singa nu aya di gigireunna. Tapi Raja teu nedunan kana
kahayang Putri Maharani. Ngadéngé kitu Singa ngajleng bari ngagerem gagauran
hareupeun Raja. Raja Batara Wastuhayu bendu, tuluy mesat jamparing tina
gondéwana sabari ditodongkeun ka éta Singa.
Sakolébat saméméh jamparing
dileupaskeun, jleg waé éta Singa salin rupa jadi hiji Jajaka anu kacida kasep
jeung gagahna. Batara Wastuhayu ngahuleng sajongjonan, hemeng teu percaya jeung
teu nyangka singhoréng éta Jajaka téh salah sahiji katurunan Raja Sri Baduga Maharaja
ti karajaan Galuh, anu baheula kungsi dikutuk lantaran ngarempak tetekon
karajaan.
Patempatan nu baheula jadi saksi
paamprokna Singa jeung Putri Maharani kiwari jadi ngaran lembur nyaéta
"Singarani" anu aya di Kec. Singaparna Kab. Tasikmalaya.
KOTA TASIKMALAYA
Legenda Prabudilaya
Prabudilaya diperintah oleh
gurunya untuk menikahi Putrinya yang bernama Dalem Adipati Sekarembong (Dewi
Cahya Karembong), alasanya yaitu untuk menemani Prabudilaya dalam mempelajari
ilmu-ilmu agama, berguru pada guru-guru yang diperintah olehnya, mengapa
demikian, karena Prabudilaya dirasa masih belum cukup dalam mempelajari
ilmu-ilmu tauhid dan ilmu batin. Tetapi dengan kondisi tersebut nyai
Sekarembong harus bersedia menjadi istri keduanya karena Prabudilaya sebelumnya
telah mempunyai istri bernama Dewi Kondang Hapa.
Seiring berjalannya waktu
Prabudilaya mendatangi guru-guru yang akan membimbingnya, karena dasarnya
Prabudilaya pintar, sehingga beliau dapat dengan cepat mempelajari ilmu-ilmu
tauhid bahkan kitab-kitab kuningpun hapal diluar kepala. Melihat kondisi
tersebut Nyai Sekarembong beserta istri pertamanya merasa diperlakukan tidak
sesuai dengan yang diharapkan, mereka berdua tidak pernah diberi nafkah Lahir
maupun Batin, karena Prabudilaya sibuk mencari guru untuk keilmuanya dan yang
ditakutkan oleh Nyai Sekarembong guru-guru tersebut meminta untuk menikahi
anaknya dan dijadikan istri Prabudilaya.
Maka, mereka berdua berniat untuk
membunuh Prabudilaya, dengan menggunakan Kris yang ditancapkan di dadanya,
sehingga darah yang memancar dari dada Prabudilaya tersebut yang dinamakan Cibeureum,
mengetahui Prabudilaya sudah meninggal lalu mereka menggotongnya dengan niat
menguburkannya di dekat rawa yang sekarang dinamakan daerah Situ Gede, tetapi
ditengah perjalanan bambu yang sengaja diikat untuk menggotong Prabudilaya
kemudian patah, dan Nyai Sekarembong mencoba untuk menyambung bambu tersebut
sehingga saat ini dinamakan daerah Sambong yang berarti menyambung. setelah
mencoba kembali mengangkat jasad itu, ternyata patah kembali, dan istri pertama
Prabudilaya mencoba menyambung bambu tersebut dengan dilumuri tanah agar yang
dia pikir dengan cara tersebut bambu itu bisa kuat menopang, ahirnya diangkat
kembali dengan bambu yang sudah dilumuri tanah sehingga sampai sekarang menjadi
daerah Mangkubumi, yang berarti mengangkat bumi (tanah) yang digunakan untuk
menggotong jasad Prabudilaya.
KABUPATEN
CIREBON
Legenda Palagan
Nyimas Gandasari (Sayembara Mencari Suami)
Ki Ageng Selapandan adalah Ki Kuwu Cirebon yang
waktu itu dikenal juga dengan sebutan Pangeran Cakrabuana. Beliau berkeinginan
agar anak angkatnya, Nyi Mas Gandasari, segera menikah. Setelah meminta nasihat
Sunan Gunung Jati, gurunya, keinginan ayahnya tersebut disetujuinya dengan
syarat calon suaminya harus pria yang memiliki ilmu lebih dari dirinya.
Siapapun yang sanggup
mengalahkannya dalam ilmu bela diri maka itulah jodohnya. Banyak diantaranya
pangeran dan ksatria yang mencoba mengikutinya tetapi tidak ada satu pun yang
berhasil.
Hingga akhirnya Pangeran Soka
(Magelung Sakti) memasuki arena sayembara. Meskipun keduanya tampak imbang,
namun Nyi Mas Gandasari pun akhirnya menyerah dan kemudian berlindung dibalik
Sunan Gunung Jati.
Bagaimanakah akhir sayembara itu?
Akankah Nyi Mas Gandasari dan
Syekh Magelung Sakti menikah?
Simak kisah selengkapnya di akun
Instagram Mojang Jajaka Kabupaten Cirebon!
KABUPATEN
KUNINGAN
Legenda Putri Ontien
Nio dan Pangeran Arya Kamuning
Putri Ontien Nio merupakan putri asal Negeri Tirai
Bambu Tiongok, dia merupakan istri dari salah satu sembilan wali (Wali Sanga)
yaitu Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Putri Ontien Nio memiliki nama lain yaitu Ratu Rara Sumanding.
Dalam sejarahnya Putri Ontien Nio
memiliki putra bernama Pangeran Kuningan yang dititipkan di Ki Gedeng Kuningan
yang kebetulan pada saat itu memiliki seorang putra yang bernama Amung
Gegetuning Ati yang diganti namanya menjadi Pangeran Arya Kamuning oleh Syekh Syarif
Hidayatullah. Setelah Pangeran Kuningan & Pangeran Arya Kamuning tumbuh
dewasa akhirnya Pangeran Kuningan dilantik menjadi kepala pemerintahan Kuningan
dibantu oleh Pangeran Arya Kamuning Pada tanggal 1 September 1498 M. Sampai saat
ini tanggal 1 September diperingati sebagai hari jadi Kuningan.
KABUPATEN
CIAMIS
Legenda Ciung Wanara
Kisah yang menceritakan asal usul situs Karangkamulyan
sebagai bagian dari Kerajaan Galuh. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Prabu
Adimulya Sanghyang Cipta Permana Dikusumah yang mempunyai dua permaisuri, yaitu
Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Kisahnya diawali ketika sang raja
mengasingkan diri dari kerajaannya untuk bertapa dan menyerahkan kekuasaannya
kepada Prabu Barma Wijaya.
Singkat cerita, Dewi Pangrenyep
melahirkan seorang anak laki-laki bernama Hariang Banga. Kemudian Dewi
Naganingrum juga melahirkan seorang anak laki-laki, namun digantikan dengan
seekor anak anjing oleh Dewi Pangreyep. Kejadian ini dilaporkan kepada Prabu
Barma Wijaya dan menyuruh Uwa Batara Lengser untuk membunuh Dewi Naganingrum,
namun nyatanya hanya diasingkan ke dalam hutan. Bayi Dewi Naganingrum dimasukan
ke dalam keranjang bersamaan dengan sebutir telur ayam yang dihanyutkan di
sungai Citanduy. Bayi tersebut ditemukan oleh Aki dan Nini Balangantrang dan
dinamakan Ciung Wanara karena melihat seekor burung dan monyet di hutan.
Suatu hari Ciung Wanara diberi
sebutir telur ayam yang kemudian dierami oleh Nagawiru dan menetas menjadi
seekor ayam jantan yang tangguh dan selalu menang dalam setiap pertandingan
sabung ayam. Ciung Wanara memberanikan diri untuk melawan ayam milik Prabu
Barma Wijaya dengan perjanjian apabila ayam Ciung Wanara menang, maka Ciung
Wanara meminta setengah dari kerajaan miliknya, namun jika kalah, maka ia harus
mengorbankan nyawanya. Singkat cerita, ayam Ciung Wanara menang dan diangkat
menjadi raja. Uwa Batara Lengser menceritakan semua kejahatan Dewi Pangrenyep
dan Prabu Barma Wijaya dan mereka pun dipenjara. Hariang Banga tidak menerima
nasib yang dialami ibunya, kemudian terjadilah pertempuran antara Ciung Wanara
dengan Hariang Banga. Pertempuran terus berlanjut tanpa ada yang menang dan
kalah. Saat itu muncullah Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Dikusumah dan
Dewi Naganingrum yang melarang pertempuran antara kedua saudara.
Pada akhirnya Hariang Banga
memerintah di daerah timur dan menjadi Raja Jawa sedangkan Ciung Wanara
memerintah di daerah barat dan menjadi Raja Galuh.
KOTA BANJAR
Legenda
Tepung Kanjut
“Tepung Kanjut” Perenahna éta
wewengkon téh aya di Jalan Raya Banjar Pangandaran, Désa Sukamukti, Kecamatan
Pataruman. Sasakala Tepung Kanjut dimimitian
ku lalampahan raja Mataram, nyaéta Adananya anu kagémbang ku Ni Nursari,
kembang désa di wewengkon Pataruman, Ni Nursari téh putri ti karajaan Galuh.
Bakating ku bogohna, ceuk
paribahasa mah jauh dijugjug, anggang ditéang. Satékah polah Adananya ngungudag
Ni Nursari pujaan atina, nepi ka aprak-aprakan ka sababaraha leuweung
geledegan.
Jog anjog di hiji patempatan, aya
jajaka gagah dadak sembada, ngahaja megat Adananya, sabada disidik-sidik,
horéng Radén Singaperbangsa atawa Dalem Tambakbaya, raja ti Galuh Kertabumi.
Anyar tepung tuluy tarung.
Éta wewengkon patepung tarung téh
jadi saksi adu jajatén jeung kasaktén, dua nonoman gandang perténtang, Adananya
jeung Dalem Tambakbaya dina patarungan anu rongkah. Éta patarungan jadi cukang
lantaran nelahna wewengkon “Tepung Kanjut”, perlambang patepungna dua kakuatan
lalaki langit lalanang jagat.
KABUPATEN
PANGANDARAN
Legenda Dewi Siti
Samboja dan Raden Anggalarang
darah dibalas darah, nyawa jadi
Taruhan, Perebutan kekuasaan berakhir dengan kesedihan.
Dan cinta yang menjadi dendam
angkaramurka.
"Ngadeug ngantos di medan
laga, kapeurih, kanyeuri, kaambeuk, nu jadi hiji. Keris jeung karembong
padendam jadi saksi babalas cinta nu teu suci."
Diambil dari kisah Legenda
Masyarakat Tatar Galuh yang berada di Kabupaten Pangandaran yaitu Kerajaan
Kidang Pananjung tepatnya Obyek Wisata Pantai Pangandaran.
Mengisahkan tentang perwujudan
wangsit Raja Prabu Siliwangi kepada Dewi Siti Samboja untuk menyamar sebagai
penari ronggeng sebagai jalan membalaskan dendam kematian suaminya Raden
Anggalarang yang dibunuh oleh pasukan Para Bajo Pimpinan Kalasamudra dalam
perang perebutan kekuasaan kerajaan.
Kisah inilah yang
melatarbelakangi lahirnya Kesenian Ronggeng Gunung.
Komentar
Posting Komentar