Aspek-aspek Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dan Upaya Preventif terhadap Pencemaran Limbah Industri Tekstil Nasional

Upaya Preventif/Pencegahan Pencemaran Limbah Industri Tekstil

     Sejak berlakunya UU Nomor 4 Tahun 1982, kemudian diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), perhatian terhadap pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri pada umumnya termasuk limbah industri tekstil hampir tidak pernah surut. Bahkan,tetap disoroti baik oleh masyarakat umu, pakar perguruan tinggi maupun kalangan pemerhati sosial. Hal ini menunjukkan pula bahwa ada kekhawatiran terhadap pencemaran lingkungan hidup yang akan menganggu kehidupan masyarakat dan menurunkan kualitas lingkungan hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam kontinuitas pembangunan nasional.
Beberapa kasus tersebut, misalnya kasus pencemaran Sungai Simalungun (Medan), Kali Ciliwung (Tangerang), Sungai Cikijing, Rancaekek (Kabupaten Bandung), Sungai Citarum (Bandung) dan kasus lainnya, secara empirikal dipandang cukup menganggu dan meresahkan kehidupan masyarakat serta mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan hidup dalam perspektif UUPLH adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Berdasarkan pengertian tersebut limbah industri tekstil merupakan salah satu komponen yang mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat merusak kelestarian fungsi lingkungan hidup, karena bahan-bahan yang terkandung dalam limbah industri tekstil ini memiliki zat-zat kimia yang cepat atau lambat mencemari lingkungan hidup. Oleh karena itu, upaya preventif/pencegahan terhadap pencemaran limbah industri tekstil adalah tindakan nyata yang sulit terelakkan dalam konstelasi pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dewasa ini.
Berikut adalah beberapa hal penting yang berkaitan dengan upaya preventif/pencegahan terhadap pencemaran limbah industri tekstil antara lain:
1.        Karakteristik Limbah Industri Tekstil
Industri tekstil nasional dimulai dari industri hilir sampai ke industri hulu, dimana pada masing-masing tahapan tersebut memiliki karakteristik limbah industri tekstil yang berbeda-beda. Berikut ini adalah karakteristik limbah industri tekstil yang dihasilkan oleh masing-masing industri tekstil tersebut:
a.         Industri Pemintalan (Pembuatan Benang) memiliki karakteristik limbah berupa debu dari serat pendek dan kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin;
b.         Industri Pembuatan Kain (Penenunan, Perajutan) memiliki karakteristik limbah berupa debu dan kebisingan, serta limbah cair yang dihasilkan dari proses penganjian;
c.         Industri Pakaian Jadi (Garmen) memiliki karakteristik limbah berupa cairan yang dihasilkan dari proses pelusuhan dan pencucian. Selain itu, dihasilkan pula limbah berupa debu dan suara kebisingan;
d.        Industri Penyempurnaan Tekstil (Finishing) menghasilkan limbah dengan jumlah yang paling banyak, yaitu berupa cairan yang mengandung bahan kimia yang digunakan pada proses finishing.
Selain mencemari lingkungan hidup, limbah-limbah tersebut juga berpotensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, diantaranya dapat menimbulkan iritasi pada mata, membahayakan kulit maupun pencernaan makanan, membahayakan hidung, dan lain-lain.
Menyadari bahwa proses penyempurnaan tekstil tersebut dapat mencemari lingkungan hidup dan mengganggu kesehatan manusia, maka langkah-langkah strategis sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk dapat mencegah pencemaran tersebut, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

2.        Upaya-Upaya Pencegahan Pencemaran Limbah Industri Tekstil
Berdasarkan fakta yang ditimbulkan akibat dari limbah-limbah tersebut, maka sudah seharusnya para pelaku industri tekstil mulai menyadari dan membenahi segala hal yang dapat menimbulkan pencemaran. Berlakunya UU Nomor 5 tahun 1984 (UU Perindustrian) dapat disebut sebagai langkah strategis-yuridis dalam mencegah berbagai kemungkinan negatif yang timbul akibat aktivitas industri. Bahkan, ketentuan Pasal 21 Ayat (1) dalam UU Perindustrian menyebutkan bahwa:
“Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya”.
Berikut adalah kajian terhadap beberapa upaya pencegahan pencemaran limbah industri tekstil tersebut, antara lain:
a.         Penerapan Teknologi dan Produk Bersih
Penerapan konsep teknologi bersih (cleaner technology) merupakan tindak lanjut dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro (Brazil) tahun 1992. Konferensi ini menghasilkan dua keputusan penting bagi negara-negara di dunia ini, yaitu konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan agenda 21. Konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan tersebut membuahkan kesepakatan tentang pengembangan konsep produksi bersih sedunia (cleaner production world wide). Untuk mengaktualisasi konsep produksi bersih ini, UNEP (United Nations Environment Programme) menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri di Paris tanggal 27 sampai 29 Oktober 1992. Berikut ini program-program yang diprakarsai UNEP.
·           Pelestarian energi dan bahan mentah;
·           Pengurangan jumlah limbah sebagai unsur pencemar dimulai sejak pemilihan bahan, proses, sampai pada produk akhir;
·           Penghilangan pemakaian dan pengeluaran bahan berbahaya dan beracun (B3);
·           Pengurangan jumlah limbah sedemikian rupa sehingga limbah itu dianggap sebagai sumber daya yang terhamburkan (terboroskan) bila dibiarkan terbuang ke udara, air, dan tanah.
Penerapan teknologi bersih tersebut idelanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil nasional, karena dengan memanfaatkan teknologi bersih ini dalam proses menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat akan memberikan keuntungan secara ekonomis dan dapat meningkatkan daya saing (kompetisi) perusahaan-perusahaan industri tekstil, baik di tingkat nasional maupun internasional.
b.        Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil
Upaya-upaya lain dalam pencegahan pencemaran limbah cair industri tekstil adalah berupa pengolahan. Konsep pengolahn limbah cair ini secara teoritis menurut Elina Hasyim adalah upaya untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung didalamnya, sehingga limbah cair tersebut memenuhi syarat baku mutu limbah cair industri tekstil untuk dapat dibuang ke badan sungai.
Upaya teknis-operasional dalam proses tekstil adalah untuk mengendalikan sumber pencemaran, mengurangi penggunaan zat kimia pembantu yang dapat mencemari lingkungan atau menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3). Sebaliknya, upaya teknis-operasional pascaproses tekstil lebih dikonsentrasikan pada pengolahan limbah cair industri yang mengandung berbagai zat pencemar yang digunakan dalam proses tekstil tersebut.
Kebutuhan industri tekstil akan air sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk mengurangi kadar zat pencemar (polutan) pada air limbah industri tekstil menurut Noerati Kamal, secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
·           Mengurangi zat pencemar (polutan) yang dihasilkan. Upaya ini dapat dilakukan dengan mengurangi volume air proses, berarti mengurangi volume air limbah, penggunaan sisa zat-zat kimia dan penggunaan zat kimia yang memberikan kadar pencemaran rendah;
·           Mengolah air limbah sebelum dibuang ke badan air penerima. Karena beragamnya jenis dan ukuran polutan, pengolahan limbah car industri tekstil memerlukan tahapan proses pengolahan, yaitu pengolahan primer berupa ekualisasi dan netralisasi dan pengolahan sekunder untuk menghilangkan padatan dengan proses kimia atau biologi.
Konsep pengolahan limbah air industri tekstil yang ditujukan untuk menghilangkan atau menurunkan bahan pencemar dalam air limbah secara kimia, biologi, dan fisika digambarkan oleh Elina Hasyim, antara lain:
·           Konsep pengolahan secara kimia, yaitu proses pengendapan partikel kecil yang tercampur/tersuspensi, termasuk logam-logam berat yang terkandung dalam air limbah, dengan cara penambahan bahan kimia koagulan dan flokulan yang akan mengikat bahan pencemar tersuspensi sehingga mudah dipisahkan (diendapkan/diapungkan);
·           Konsep pengolahan secara biologi, yaitu proses untuk mengurangi bahan-bahan organik yang berkembang di dalam limbah cair dengan menggunakan lumpur aktif yang mengandung mikroorganisme didalamnya. Proses lumpur aktif berlangsung dalam reaktor dengan pencampuran sempurna dilengkapi dengan umpan balik lumpur dan cairannya;
·           Konsep pengolahan secara fisika, yaitu dengan cara absorpsi bahan pencemar dengan karbon aktif. Secara umum karbon aktif akan menyerap partikel-partikel yang terlarut termasuk zat organik yang terlarut dalam air limbah.
c.         Minimalisasi Limbah Cair Industri Tekstil
Upaya minimalisasi limbah ini dapat disebut sebagai langkah nyata untuk mengurangi jumlah limbah cair industri tekstil. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara pengurangan limbah dan proses daur ulang.
1)        Pengurangan Limbah
Upaya pengurangan limbah dapat direalisasikan dengan cara penghematan pemakaian air, penghematan pemakaian zat kimia, modifikasi proses, dan menjaga kebersihan pabrik
2)      Daur Ulang
Pemanfaatan limbah cair proses penyempurnaan tekstil dapat dilakukan dengan cara penggunaan kembali (reuse) air pencuci dan pengambilan kembali (recovery) dapat dilakukan dengan heat recovery limbah cair sisa proses pencelupan dan pengambilan kembali polivinil alkohol.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

14 Asas Ilmu Lingkungan

Pengolahan Limbah pada PT Sinar Sosro

Upaya Preventif Pencemaran Limbah Industri: Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil PT Unitex Bogor dengan Sistem Lumpur Aktif