Pengalaman Mengikuti Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2015: Bagian II
Hari itu juga aku langsung
kembali lagi ke Depok karena ada jadwal ujian yang harus aku ikuti dalam dua
hari kedepan. Bersamaan dengan itu, aku mencoba mendaftar sebagai salah satu
anggota UKM yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa.
Pada tanggal 13 Agustus 2015, sekitar pukul
14.30 tiba-tiba ponselku kembali berdering dan pada saat dilihat nomor yang
menghubungiku adalah nomor yang sama yang menghubungiku saat beberapa hari yang
lalu. Hatiku tiba-tiba degdegan luar biasa, namun tetap berusaha bersikap
sewajarnya karena tidak mau kegeeran.
Dan pada saat diangkat, beginilah percakapan yang terjadi antara aku dan seorang wanita muda (aku sengaja merekam
percakapan tersebut).
Ya, dan sebuah
kepanikan baru terjadi. Aku bingung antara harus senang atau justru sebaliknya.
Selama 3 hari kedepan aku harus berada di Bandung, belum lagi orang yang terpilih
menjadi 30 besar finalis Dubas ini otomatis akan mengikuti babak final yang
akan diselenggarakan pada tanggal 18 Agustus. Dengan jadwal yang demikian,
kurang lebih selama 5 hari mau tidak mau aku harus bersahabat dengan wilayahnya Kang Emil ini.
Tapi bukan itu masalahnya, seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya bahwa hal yang membuat cerita
ini agak sedikit berbelit-belit adalah waktunya yang kurang pas, yaitu bersamaan dengan jadwal ujian. Dimana salah satu kebijakan di kampusku jika tidak mengikuti
ujian, nilai yang diberikan adalah E dan sudah pasti harus mengulang mata
kuliah tersebut. Tentu saja aku tidak mau mengorbankan nilaiku, di semester ini
aku sudah berjuang untuk bisa mendapatkan nilai yang memuaskan agar bisa memperbaiki
IP ku yang di semester 1 kemarin kurang memuaskan. Tapi di sisi lain, aku juga
tidak mau mengorbankan kesempatan emas ini yang belum tentu akan aku dapatkan
kembali. Tanpa banyak membuang-buang waktu, aku langsung mengecek jadwal ujian
dan............ Sekali lagi Allah membuktikan kebesarannya, bahwa tidak ada
jadwal ujian yang berlangsung selama masa karantina, dan pada saat itu juga aku merasa terberkati.
Malam itu pun aku
langsung pulang ke Sukabumi, karena ada beberapa perlengkapan termasuk baju dan
sepatu yang akan ku gunakan untuk karantina besok, berada di rumahku. Keesokan paginya
aku berangkat dari Sukabumi menuju Bandung, dan benar seperti dugaanku, karena
ada kendala selama di perjalanan (macet) aku sampai disana pukul 11.30 dengan
jadwal yang seharusnya adalah pukul 07.30. Dan hanya aku satu-satunya finalis
yang datang super telat dengan pakaian yang belum rapi karena belum sempat
untuk ganti baju. Dan disitu aku merasa kacau :(
Untunglah tidak lama
setelah itu acara tersebut diberi jeda terlebih dahulu untuk melaksanakan ISOMA. Dan barulah aku bisa berganti pakaian untuk menggunakan pakaian yang seharusnya. Oh iya, Walaupun acara tersebut diberi nama karantina, tetapi panitia tidak menyediakan
akomodasi untuk finalis yang berasal dari luar daerah sepertiku. Untuk itu, aku
kembali menumpang di kost teman-temanku pada saat SMA yang sekarang kuliah di
daerah Bandung.
Selama masa karantina
banyak sekali pelajaran dan pengalaman baru yang aku dapatkan, terutama
mengenai kebahasaan. Mulai dari diskusi mengenai bahasa, cara menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, FGD (Focus
Group Discussion), cara menulis proposal yang sesuai dengan aturan EBI
(Ejaan Bahasa Indonesia). Pokoknya dari situ aku semakin cinta akan bahasa
Indonesia dan juga semakin kagum dengan kekayaan bahasa yang dimiliki oleh
negara Indonesia ini. Belum lagi, aku dipertemukan dengan teman-teman dan
keluarga baru.
Suasana para finalis pada saat diskusi https://instagram/dubasjabar
|
Foto bersama jurnalis senior "Pikiran Rakyat" yang juga dimuat kedalam surat kabar. Sumber: https://twitter.com/dutabahasajabar |
Tidak jauh berbeda dengan teman-teman pada saat babak penyisihan
100 besar kemarin, kebanyakan mereka adalah orang-orang luar biasa dan
mengagumkan yang sanggup membuat bulukuduk aku merinding hihihi (saking
menakjubkannya prestasi-prestasi mereka). Walaupun sedikit ada rasa kurang
percaya diri, tapi aku tetap berusaha untuk menyandingi mereka tentunya dengan sikap yang apa adanya dan sesuai dengan gayaku sendiri, so i’m
standing on my way. Selama di Bandung aku juga benar-benar terbantu
sekali dengan kehadiran Go-Jek. Apalagi aku tidak tahu tentang seluk-beluk transportasi
umum di daerah ini. Selain itu, tarifnya yang pada saat itu hanya Rp 10.000 kemanapun
sesuka hati, ditambah lagi dengan adanya voucher
gratis juga semakin membantuku yang berkantong mahasiswa (hehe lumayan jadi
menghemat pengeluaran). Ya walaupun pada saat itu Go-Jek sedang hangat-hangatnya
dibicarakan dan banyak pihak yang menentang kehadiran ojek daring (online) tersebut, tapi berkat jasa
mereka aku bisa hilir mudik mengelilingi Bandung dan diantar kemanapun oleh
mereka, sampai untuk menghadiri sesi
pemotretan ke tempat studio foto yang terletak sangat jauh di daerah Bojongkoneng
(pokoknya masuk perumahan-perumahan gitu dan letak studionya itu persis di
paling ujung bagian perumahan tersebut). Hufftt pokoknya benar-benar pengalaman
yang sangat luar biasa.
Salah satu finalis sedang di make-up untuk sesi pemotretan Sumber: https://instagram/dubasjabar |
Suasana pada saat sesi pemotretan Sumber: https://instagram/dubasjabar |
Pada saat karantina
pihak panitia juga meminta kami untuk membuat dua proposal kegiatan yang
berkaitan dengan Duta Bahasa. Satu proposal dibuat secara tim oleh ketigapuluh
finalis, dan satu proposal lagi dibuat secara individu. Nantinya, proposal
kegiatan tersebut akan dipresentasikan di babak final (khusus proposal yang
dibuat oleh individu). Sedangkan proposal yang dibuat secara tim,
dipresentasikan pada masa karantina saat itu juga. Dengan waktu pengerjaan yang
diberikan hanya dalam waktu satu hari, kita juga dituntut untuk pandai dalam memanajemen waktu sebaik mungkin.
Masa karantinapun
selesai, dan aku memutuskan untuk kembali ke rumahku di Sukabumi karena harus
mempersiapkan segala perlengkapan yang akan dipakai pada saat babak final
nanti, termasuk baju yang dimana setiap finalis diharuskan untuk menggunakan
baju tradisional khas adat Sunda yaitu beskap untuk finalis putra dan kebaya
untuk finalis putri.
Akhirnya babak final
pun tiba, acara tersebut dilaksanakan di Hotel Harris Ciumbuleuit Bandung sama
seperti pada saat babak penyisihan 100 besar kemarin, namun dengan suasana
yang lebih meriah lagi. Banyak kakak-kakak Dubas angkatan sebelumnya yang turut
serta hadir, belum lagi para bintang tamu yang sengaja didatangkan untuk
memeriahkan acara ini seperti Ega Robot Ethnic Percussion. Dengan baju tradisional adat Sunda
dan suasana yang kental dengan budaya Sunda, rasanya aku seperti menghadiri
acara kondangan wkwkwk. Satu lagi yang spesial pada babak final ini, kami
ketigapuluh finalis diberikan samir (selempang) yang bertuliskan “Duta Bahasa
Jawa Barat”. Wah suatu kehormatan untuk menggunakan samir tersebut.
Salah satu penampilan pembuka pada babak final Sumber: Dok. pribadi |
Aku menggunakan pakaian tradisional adat Sunda Sumber: Dok. pribadi |
Sudah selesai masa enjoynya, kini saatnya untuk memasuki
zona tegang kembali (aku pribadi sih gitu, degdegan gak karuan). Apalagi
setelah melihat keempat jurinya yaitu kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, yaitu bapak Abdul Khak yang akan
menjadi juri untuk bahasa Indonesia, satu alumni dari Duta Bahasa yang akan
menjadi juri bahasa Sunda, satu orang asing (bule) dari Inggris yang akan
menjadi juri untuk bahasa Inggris, dan satu orang wanita muda yang akan menjadi
juri untuk bahasa Perancis (khusus untuk satu orang temanku yang memang dia
memilih bahasa Perancis sebagai bahasa pengantar pada presentasinya nanti). Wow, it’s so amazing. And my feet get cold.
Disitu aku hanya berharap bahwa semoga saja aku tidak akan ditanya oleh juri dari orang
Inggris itu, karena sejauh ini memang itu kelemahanku.
Satu persatu aku
menyaksikan teman-teman seperjuanganku mempresentasikan proposalnya, dan mereka
terlihat sangat luar biasa. Dan kini tiba saatnya giliranku untuk maju kedepan
mempresentasikan hasil kerjaanku. Aku luar biasa tegang dan aku sedikit kacau
untuk mengendalikan emosiku. (padahal sebelumnya aku sudah terbiasa jika harus
berbicara di depan banyak orang). Namun, pada saat itu aku benar-benar tegang,
pikiranku kacau, dan aku tidak bisa fokus. Dan pada saat sesi tanya jawab,
tanpa pernah aku inginkan sebelumnya aku kebagian ditanya oleh juri dari inggris
tersebut. (Oh tidaaaaaaaak, aku semakin tidak karuan). Dan pada saat itu juga
dia bertanya kepadaku. "What do you know about Kris?" Ya, hanya pertanyaan yang sangat sederhana, tapi
karena rasa degdegan mengendalikan pikiranku aku menjawabnya ngalor-ngidul dan aku tidak yakin bahwa
jawabanku itu cukup memuaskan.
Saat aku sedang mempresentasikan proposalku Sumber: Dok. pribadi |
Salah satu dewan juri, btw dia loh yang nanya aku tentang keris. Hello, Sir! hehe Sumber: Dok. pribadi |
Setelah semua finalis
mempresentasikan proposalnya, acara dilanjutkan dengan hiburan. Beragam tarian
khas Jawa Barat ditampilkan, kami pun para finalis tidak segan-segan untuk maju
kedepan dan menari bersama para penari-penari tersebut.
Para penari bersama dengan ketigapuluh finalis Sumber: Dok. pribadi |
Keseruan para finalis menari bersama-sama Sumber: Dok. pribadi |
Sambil menunggu pengumuman finalis yang lolos ke babak 8 besar (masing-masing
putra dan putri) kami dipersilakan untuk ISOMA. Kami juga sesama finalis saling
mendukung satu sama lain sembari harap-harap cemas menunggu hasil keputusan
juri. Barulah setelah semuanya selesai, MC mengumumkan nama-nama finalis yang
lolos ke babak 8 besar. Dan pada saat itu namaku tidak dipanggil oleh MC. Pada saat itu aku merasa cukup sedih dan sedikit kecewa namun juga bangga karena aku bisa melangkah sejauh
ini. Sampai akhirnya, keluarlah nama Achmad Ridwan Fajarullah (UNPAD) dan
Kemala Wijayanti (UNPAD) sebagai pemenang Duta Bahasa Jawa Barat 2015 dan akan
dipersiapkan untuk mengikuti pemilihan Duta Bahasa Nasional yang akan
diselenggarakan di Jakarta beberapa bulan yang akan datang.
Foto para juara Sumber: Dok. pribadi
|
Itu berarti langkahku
untuk menjadi juara Duta Bahasa Jawa Barat 2015 terhenti sampai disini.
Meskipun aku tidak keluar sebagai pemenang dalam pemilihan ini, tapi aku merasa
bangga karena sudah melangkah sejauh ini dari posisiku yang semula. Aku sudah
menjadi pemenang dalam melawan diriku sendiri, karena aku yakin kompetisi ini
dimulai bukan sejak aku mengirimkan karya esaiku, tapi kompetisi ini sudah
dimulai sejak aku menaklukkan rasa malas dan rasa takut yang ada dalam diriku.
Sumber: https://instagram/dubasjabar |
“Ketika kamu sudah berani melawan rasa takut dan rasa malasmu, berarti kamu sudah
selangkah lebih maju daripada musuhmu, karena musuhmu adalah bagian dari dirimu
yang lain.” (Rahman Firyal)
Sebentar lagi, pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 akan segera
ditutup. Ayo, saatnya bagi kalian untuk meneruskan perjuanganku untuk menjadi
pemenang! Duta Bahasa bukan sekedar gelar semata, tapi Duta Bahasa adalah
sebuah tanggung jawab untuk menjaga dan mencintai bahasa, dan juga sebagai
sebuah kontribusi nyata generasi muda kepada Indonesia.
Poster pemilihan Dubas Jabar 2016 Sumber: https://twitter/dutabahasajabar |
Wah, terima kasih banyak sudah berbagi pengalamannya. Kata-kata di bagian akhir benar-benar menyentuh :D
BalasHapusWahh pengalamannya sama yah kak..������
BalasHapusaku juga gitu tpi aku di duta bahaaa 2017 dri sulaweai tenggara���..
pokokny crtanya sama persis dgan yg di alami kaka��