Peran Pemuda di Era Kekinian
Mendefinisikan Kembali Peran Pemuda
(Sumber : twitter.com)
Dalam
rancangan Undang-undang tentang kepemudaan, definisi pemuda adalah orang yang
berusia 18 s.d 35 tahun. Tentu penetapan margin usia ini telah melampaui kajian
akademis untuk mendapatkan rumusan yang tepat bagi kondisi demografi kepemudaan
di tanah air. Berdasarkan data Susenas 2006, jumlah pemuda Indonesia tahun 2006
mencapai 80,8 juta jiwa atau 36,4 persen dari total penduduk yang terdiri dari
40,1 juta pemuda laki-laki dan 40,7 juta pemuda perempuan. Jika dilihat menurut
daerah tempat tinggal, tampak bahwa pemuda yang tinggal di pedesaan jumlahnya
lebih banyak daripada pemuda yang tinggal di perkotaan (43, 4 juta berbanding
37, 4 juta).
Dengan
jumlah yang sangat besar tersebut,
maka peran strategis pemuda dalam pembangunan nasional sangatlah penting
spesifikasinya dalam pembangunan daerah. Hal ini telah dibuktikan di dalam
berbagai kiprah pemuda seiring dengan perjalanan dan denyut jantung kehidupan
suatu bangsa. Oleh sebab itulah diskursus-diskursus tentang kiprah pemuda di
berbagai lini kehidupan bangsa tidak akan pernah habis dan mati.
Secara
umum terdapat dua sudut pandang yang membuat posisi pemuda strategis dan
istimewa yaitu kualitatif dan kuantitatif: secara kualitatif,
pemuda memiliki idealisme yang murni, dinamis, kreatif, inovatif, dan memiliki
energi yang besar bagi perubahan sosial. Idealisme yang dimaksud adalah hal-hal
yang secara ideal mesti diperjuangkan oleh para pemuda, bukan untuk kepentingan
diri dan kelompoknya, tetapi untuk kepentingan luas demi kemajuan masyarakat,
bangsa dan negara. Secarakuantitatif,
terlihat bahwa jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih dari 210 juta orang.
Menurut data terakhir Depdiknas terkait dengan jumlah tersebut, bahwa apabila
kelompok yang dikategorikan generasi muda atau yang berusia diantara 18–35
tahun, diperkirakan berjumlah lebih dari 80,8 juta jiwa atau 36.4 persen dari
jumlah penduduk seluruhnya. Sebagian besar dari kelompok usia ini adalah tenaga
kerja produktif yang mengisi berbagai bidang kehidupan. Karenanya bisa dipahami
bahwa pemuda berpeluang menempati posisi penting dan strategis, sebagai
pelaku-pelaku pembangunan maupun sebagai generasi penerus untuk berkiprah di
masa depan.
Dalam
bidang politik, pemuda telah menunjukkan kontribusi konkrit dalam mensukseskan
proses demokratisasi bangsa. Tugas berat kini adalah mengusung untuk
termanifestasikannya agenda-agenda reformasi dan demokratisasi bangsa dalam
pembangunan daerah sebagai amanah yang harus diemban.
Dalam
perjalanan bangsa, pemuda senantiasa hadir mewarnai kemerdekaan, meskipun akan
sangat berbeda memberi porsi peran dalam konteks yang berbeda. Peran pemuda
termanifestasi dalam beragam bentuk, sejalan usia bangsa ini. Inilah konteks,
jika dipahami akan membawa kita pada pengertian kapan, siapa
dan melakukan apa? Dari era reformasi menuju transisi, pemuda juga senantiasa
mendefinisikan diri dalam konteksnya. Mengisi masa transisi bangsa, pemuda
terus berdialektika dengan zamannya. Ini berarti peran pemuda tidak akan
berakhir sepanjang sejarah bangsa ini masih terus berlanjut.
Pergeseran
arah perpolitikan bangsa saat ini belum sampai pada titik sesungguhnya
demokrasi substansial. Itulah yang di definisikan sebagai masa transisi bangsa.
Masa dimana semua elemen bangsa terus mengalami perkembangan menuju peradaban
bangsa yang lebih maju. Ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi
pemuda untuk mengambil peran didalamnya. Pra-reformasi yang ditandai dengan
semangat de-ideologisasi dan
de-politisasi oleh rezim orde baru, terbukti tidak mampu bertahan, sejalan
dengan kesadaran masyarakat, terkhusus kesadaran pemuda melihat kemunduran itu,
situasi ini kemudian melahirkan gerakan bersejarah yang kita kenal dengan
reformasi. Semangat reformasi tidak hanya diikuti oleh semangat perubahan di
level masyarakat, namun semangat ini juga diterjemahkan kedalam tata kelolah
kenegaraan kita. Reformasi akhirnya memberi angin segar bagi pembangunan daerah
dengan perubahan paradigma pembangunan yang dulunya sentralistik berganti
menjadi semangat desentralisasi dan didalamnya memberi ruang lebih luas bagi
masyarakat daerah, terkhusus bagi pemuda.
Reposisi
Gerakan Pemuda
Gerakan
pemuda sebagai gerakan civil society, akan terus menempatkan pemuda pada posisi
pelatuk sekaligus pengawal perubahan. Semangat inilah semestinya terus terjaga
dalam setiap gerakan kepemudaan. Independensi sebagai
pilihan semangat gerakan pemuda dan kemandirian sebagai jiwanya, tidak boleh
luntur dalam diri setiap gerakan pemuda. Pemuda jika didefinisikan
sebagai masyarakat (social human) yang memiliki kesadaran organik dan
senantiasa bergerak dalam kerangka kelembagaan, pada era desentralisasi ini,
semestinya pemuda dapat menginternalisasi kembali efektifitas gerakannya.
Sebagai jawaban atas peran apa yang semestinya diambil oleh pemuda dalam
mengisi pembangunan daerah, pemuda perlu mereposisi dan mendefinisikan ulang
gerakannya.
Posisi
pemuda yang sangat strategis dalam pembangunan daerah, lebih jauh harus
diturunkan dalam bentuk lebih nyata. Seperti sifat, “primordialnya”
(lahiriahnya) pemuda yang pada puncak mobilitas gerakan paling tinggi, sangat
berpeluang mengisi peran perekat antar wilayah. Peran mengintegrasikan elemen
masyarakat daerah dalam pembangunan juga menjadi pilihan yang seharusnya mampu
dilakukan dengan baik. Pola gerakan yang memadukan antara mobilisasi
kepentingan masyarakat kedalam kebijakan pembangunan daerah (pendampingan/pemberdayaan)
politik masyarakat lokal, dan kontrol sekaligus
peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah, tidak mustahil untuk menjadi
pilihan gerakan pemuda pada tingkat lokalitas maupun nasional.
Sangatlah
jelas, Peranan pemuda dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia memang bersifat
dominan dan monumental. Di era pra-kemerdekaan maupun di era kemerdekaan,
pemuda selalu tampil dengan jiwa dan semangat kepeloporan, perjuangan, dan
patriotismenya untuk mengusung perubahan dan pembaharuan. Karya-karya monumental
para pemuda Indonesia itu dapat ditelusuri melalui peristiwa bersejarah antara
lain; Budi Utomo (20 Mei 1908) yang
kemudian diperingati sebagai Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda (28
Oktober 1928), Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945), transisi
politik 1966, di mana para pemuda dan mahasiswa mempelopori sebuah
perubahan politik yang dramatis, mengantarkan munculnya era Orde Baru yang
tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia), KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), dan
sebagainya, serta Gerakan Reformasi 1998 yang lumrah kita
sebut Tragedi Semanggi (Berakhirnya rezim Alm. Soeharto).
Peran
Pemuda dalam Perspektif perubahan dan Dinamika Sosial.
Dalam
sejarah, pemuda memainkan peranan penting dalam menopang kemajuan bangsa.
Beberapa tokoh muncul menjadi pemimpin di kala mereka berusia muda, sebut saja
Soekarno, Hatta, Syahrir, dan Tan Malaka. Jiwa muda yang terdidik menjadi modal
signifikan dalam menjemput perubahan. Dari tahun 1908 hingga kemerdekaan 1945,
dari Malari 14 Januari 1974 hingga reformasi 1998, kolaborasi darah muda nan
terdidik menjadi kekuatan yang mampu meruntuhkan tirani koloni.
Lahirnya
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah bukti sejarah betapa pemuda menjadi
inspirator pemersatu. Seluruh unsur pemuda berkumpul dalam satu tujuan seperti
Trikoro Darmo atau Jong Java (1915), Jong Sumatranen Bond (1917), Jong
Islamieten Bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon,
Sekar Rukun, dan beberapa kelompok pemuda lainnya. Ikrar tersebut menginspirasi
unifikasi kebangsaan. Dengan spirit membangun persatuan, mereka mampu
mematahkan tuduhan Hendrikus Colijn saat itu yang menganggap gagasan kesatuan
Indonesia sebagai gagasan utopis. Sejarah senantiasa memihak kaum muda. Di
banyak bangsa, perubahan dikendalikan kelompok muda. Sebab, kaum muda diyakini
memiliki gagasan-gagasan yang cemerlang, brilian, dan inovatif dalam menyusun
perubahan sehingga lebih cepat menangkap semangat zaman.
Pemuda
hingga kini masih menjadi jantung pembaruan nasional. Kiprah dan sumbangsih
kaum muda dalam segala sektor diharapkan dapat memberikan kontribusi besar
dalam membesarkan bangsa yang sampai saat ini berada dalam krisis multidimensi.
Semangat perubahan pemuda harus tetap berjalan dan tertanam. Sebab, dalam
kondisi apa pun, posisi pemuda berpotensi menjadi penyeimbang sistem atau
semacam kontrol bagi ruang sosial di sekelilingnya. Inilah peran yang selalu
dinantikan anak zamannya. Selalu ada kesenjangan antara das sein dan
das sollen. Rentangan tidak selamanya berjalan dalam garis yang linier. Begitu
juga dengan gerak pemuda Indonesia, senantiasa berada dalam gerakan yang
fluktuatif. Terkadang berada dalam garis yang progresif dan menanjak, tetapi
juga tidak jarang mengalami masa-masa kritis. Jika kondisi pemuda sudah
mengalami kondisi kritis, ini menandakan tantangan makin besar. Ada sistem yang
tidak berjalan yang cenderung memperlemah peran dan kekuatan pemuda sebagai
agent of social change.
Kini
eksistensi pemuda sebagai pembaharu dan penerus generasi untuk masa mendatang
kian lumpuh dan rapuh. Pandangan tersebut ditopang oleh kenyataan bahwa pemuda
dominan terjerembap dalam perilaku yang tidak lagi produktif. Mereka cenderung
konsumtif dalam segala hal. Serangan budaya pop (pop culture) yang menerjang
gaya hidup pemuda menjelma menjadi fakta sosial yang mengimpit dan menekan
perilaku kaum muda bangsa dewasa ini. Misalnya, penyalahgunaan narkoba dan
perilaku seks bebas yang terus meningkat.
Wacana
nasionalisme tidak lagi menjadi wacana praksis yang populer di kalangan muda.
Mereka larut dalam kebanggaan budaya luar dan dunia pop yang mengikis semangat
nasionalisme. Nilai-nilai tradisi yang menjadi kebanggaan dan inspirasi
pemersatu pemuda tahun 1928 terkikis. Kepedulian terhadap kondisi bangsa dan
negara tidak lagi mewarnai perilaku pemuda. Akhirnya, semangat Jong Java, Jong
Celebes, dan Jong Sumatranen Bond nyaris hilang dari perilaku generasi muda
Indonesia dewasa ini. Memang, ada kelompok-kelompok kecil (small groups) pemuda
yang masih bergeliat menyongsong perubahan demi perubahan di Indonesia.
Kelompok ini tidak hanya minoritas di kalangan muda secara umum, tetapi juga
tereksklusi di tengah lingkungan mereka sendiri (universitas/kampus). Secara
dominan, hanya segelintir pemuda yang terlibat aktif di dalam
organisasi-organisasi kepemudaan. Sisanya adalah kalangan terdidik yang apatis
terhadap realitas sosial.
Kendati
demikian, bukan berarti krisis tidak melanda pemuda terdidik minor tersebut.
Organisasi-organisasi kepemudaan mengalami disorientasi gerakan dan miskin
imajinasi perubahan; gamang merespons dan tidak mampu mengawal reformasi 1998.
Karena itu, krisis yang menimpa pemuda sudah merasuk ke seluruh lini sosial
yang melumpuhkan peran strategis pemuda untuk membangun kemajuan bangsa
Indonesia. Wacana menghimpun kembali kekuatan pemuda yang tidak hanya berserak
perlu dilakukan. Peran sosial pemuda harus dikembalikan. Jika tidak, martabat,
moral, dan keberlangsungan bangsa Indonesia akan dipertaruhkan pada masa yang
akan datang. Tantangan pada masa depan bagi bangsa Indonesia jauh lebih besar
daripada satu abad yang lalu. Kondisi ekonomi yang terus mengimpit di
Indonesia, pada masa yang akan datang akan menjadi ledakan besar yang dapat mengancam
keutuhan negara Indonesia jika tidak diantisipasi dengan menelurkan
pemuda-pemuda yang berkualitas sebagai pemimpin masa depan.
Krisis
ekonomi global saat ini mungkin akan menjadi titik balik formasi ekonomi baru
di dunia pada masa yang akan datang, sebagaimana krisis global pada 1930-an
yang menimpa belahan Eropa. Lantas, jika kaum muda Indonesia masih dihiasi oleh
perilaku yang tidak lagi produktif dan apatis akan kondisi bangsanya, Indonesia
tidak hanya akan dipandang sebelah mata, tetapi juga akan digilas oleh
kekuatan-kekuatan bangsa di luar dirinya.
Peranan Pemuda Dalam
Pembangunan Bangsa
Pepatah
mengatakan, “bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya” bahkan
dalam pidato bung karno yang merupakan sang proklamator mengatakan ; “jangan
sekali-kali melupakan sejarah”. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selama
tiga setengah abad hidup dalam cengkeraman Belanda di tambah lagi hidup dalam
penjajahan Jepang selama tiga setengah tahun. Kemudian, kemerdekaan yang kita
raih adalah bukti nyata dari sebuah pengorbanan yang sangat besar dari semua
komponen bangsa. Pembangunan Nasional dalam rangka mewujudkan bangsa yang adil,
makmur serta berdaulat dengan berlandaskan azas pancasila serta UUD 1945 tidak
akan pernah tercapai jika tidak di dukung oleh semua rakyat Indonesia. Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut azas demokrasi
yang bersumber kepada nilai-nilai kehidupan yang berakar pada budaya bangsa
Indonesia. Perwujudan dari asas demokrasi itu diartikan sebagai paham
kedaulatan rakyat, yang bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Demokrasi ini juga memberikan penghargaan yang tinggi
terhadap nilai-nilai musyawarah yang
mencerminkan kesungguhan dan tekad dari bangsa Indonesia untuk berdiri diatas
kebenaran dan keadilan.
Nilai-nilai
kesanggupan dan kerelaan untuk berkorban dengan penuh keikhlasan dan kejujuran
dalam mengisi kemerdekaan demi kepentingan bangsa dan negara telah digantikan
oleh kerelaan berkorban hanya untuk mengisi kesenangan dan kemakmuran pribadi
pihak-pihak tertentu. Terjadinya Kolusi Korupsi Nepotisme pada masa
pemerintahan Orde Baru merupakan bukti nyata pengingkaran terhadap sikap
keikhlasan dan kejujuran. Tidak hanya itu Indonesia mengalami krisis multi
dimensi yang demikian pelik, mulai dari krisis moral, krisis ekonomi, krisis
kepercayaan, hingga krisis kepemimpinan. Tumbanganya pemerintahan Orde Baru
pada 21 Mei 1998 masih segar dalam ingatan kita bahwa pemerintahan yang tidak
bersih dan mengabaikan rasa keadilan tidak akan mendapat dukungan dan
kepercayaan dari rakyat.
Setiap
orang pasti merindukan pemerintah yang bersih, jujur, kuat, berani dan
berwibawa. Harapan itu merupakan amanat dari Pancasila dan UUD 1945 yang selalu
mendambakan pemerintahan yang memiliki moral kemanusiaan dengan semangat
kebangsaan. Disamping itu, peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan serta
pembangunan nasional telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bangsa.
Kepeloporan pemuda dalam pembangunan bangsa dan negara harus dipertahankan
sebagai generasi penerus yang memiliki jiwa pejuang, perintis dan kepekaan
terhadap sosial, politik dan
lingkungan. Hal ini dibarengi pula oleh sikap mandiri, disiplin, dan memiliki
sifat yang bertanggungjawab, inovatif, ulet, tangguh, jujur, berani dan rela
berkorban dengan dilandasi oleh semangat cinta tanah air.
Maka
hasil dari sebuah refleksi dari kepemimpinan pemerintah selama ini mengatakan
generasi terdahulu belum bisa menunjukan dirinya sebagai pemimpin. Dalam
berbagai kebijakan-kebijakannya pemerintah
tidak pro rakyat. Kenaikan harga BBM, kenaikan harga bahan-bahan pokok, serta
bahan-bahan baku lainnya adalah bukti dari dampak kebijakan pemerintah yang
tidak pro rakyat. Mereka masih berpegang teguh pada aturan lama yang selalu
memihak kelompok pemodal.
Kenyataan ini telah disadari oleh kaum muda Indonesia. Kesadaran yang
diharapkan mendorong segenap kaum muda untuk segera mempersiapkan dan merancang
prosesi pergantian generasi. Karena pada hakikatnya kita membutuhkan
wajah-wajah baru. Sehingga muka lama yang hampir usang itu bisa tergantikan
dengan muka baru yang lebih muda serta juga memiliki cita-cita dan semangat
baru.
Indonesia
membutuhkan pemimpin dari kaum muda yang mampu merepresentasikan wajah baru
kepemimpinan bangsa. Ini bukan tanpa alasan, karena kaum muda dapat dipastikan
hanya memiliki masa depan dan nyaris tidak memiliki masa lalu. Dan ini sesuai
dengan kebutuhan Indonesia kini dan ke depannya yang perlu mulai belajar
melihat ke depan, dan tidak lagi berasyik-masyuk dengan tabiat yang suka melihat
ke belakang. Kita harus segera maju ke kepan dan bukan berjalan ke masa lalu.
Dan secara filosofisnya, masa depan itu adalah milik kaum muda. Mereka lebih
steril dari berbagai penyimpangan orde yang telah lalu. Mereka tidak memiliki
dendam masa lalu dengan lawan politiknya. Mereka tidak memiliki kekelaman masa
lalu. Mereka juga tidak memiliki trauma masa lalu yang sangat mungkin akan
membayang-bayangi jika nanti ditakdirkan memimpin. Lebih dari itu, kaum muda
paling memiliki masa depan yang bisa mereka tatap dengan ketajaman dan
kecemerlangan visi serta memperjuangkannya dengan keberanian dan energi yang
lebih baru.
Dalam
perjalanan zaman, sejarah baru selalu ditandai dengan lahirnya generasi baru.
Dalam kancah sejarah, generasi baru yang mengukir sejarah baru itu adalah dari
kalangan kaum muda. Perputaran sejarah juga telah membuktikan bahwa setiap
generasi itu ada umurnya. Dengan demikian, nama-nama yang muncul sekarang
sebagai calon pemimpin yang sebenarnya adalah satu generasi, juga ada umurnya. Inilah
peluang yang mesti dijemput oleh kaum muda saat ini. Sebuah peluang untuk
mempertemukan berakhirnya umur generasi itu dengan muara dari gerakan kaum muda
untuk menyambut pergantian generasi dan menjaga perputaran sejarah dengan
ukiran-ukiran prestasi baru. Maka, harapannya adalah bagaimana kaum muda tidak
membiarkan begitu saja sejarah melakukan pergantian generasi itu tanpa kaum
muda menjadi subjek di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar