Tugas I (Etika Profesi)
A.
Pengertian Etika
Istilah
etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos,
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu:
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/ adat, akhlak,
watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Adapun arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Menurut
Brooks (2007), etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian
normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan.
Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari
permasalahan-permasalahan di dunia nyata. Kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari
Bertens 2000), mempunyai arti:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
4. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti
benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
B.
Pengertian Profesi
Profesi
sendiri berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian
yaitu janji/ ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang
lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah
yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu, sedangkan dalam arti sempit
profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan
sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan
yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang
rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan
ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya
penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia,
kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang
dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi
tersebut.
C.
Pengertian Etika Profesi
Etika
profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam
menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Etika profesi adalah cabang
filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau
norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.
Etika Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan
profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh: pers dan jurnalistik, engineering
(rekayasa), science, medis/ dokter, dan sebagainya.
Etika
profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang
sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau
terhadap konsumen (klien atau objek). Etika profesi adalah sebagai sikap hidup
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan
dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai
keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan
disertai refleksi yang seksama, (Anang Usman, SH., MSi.)
Prinsip dasar di
dalam etika profesi :
1. Tanggung jawab
a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap
hasilnya.
b. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang
lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan.
3. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada
siapa saja apa yang menjadi haknya.
4. Prinsip Kompetensi,melaksanakan pekerjaan sesuai jasa
profesionalnya, kompetensi dan ketekunan
5. Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten
dengan reputasi profesi
6. Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi
D.
Kode Etik Profesi
Bartens (1985)
menyatakan, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh
kelompok profesi yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya
bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu
dimata masyarakat. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena
dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik
profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan zaman.
Kode etik profesi
merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan dan ini perwujudan
moral yang hakiki, yang tidak dapat dipaksakan dari luar. Kode etik profesi
hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup
dalam lingkungan profesi itu sendiri.
Kode etik profesi
merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan sehingga diketahui
dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon anggota
kelompok profesi. Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban
profesional anggota kelompok profesi sehingga pemerintah atau masyarakat tidak
perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana profesional menjalankan
kewajibannya.
Kode etik profesi
pada dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah
mapan dan tentunya lebih efektif lagi apabila norma perilaku itu dirumuskan
secara baik sehingga memuaskan semua pihak. Fungsi Kode Etik Profesi Mengapa
kode etik profesi perlu dirumuskan secara tertulis? Sumaryono (1995) mengemukakan
3 alasannya yaitu:
1.
Sebagai sarana
kontrol sosial
2.
Sebagai pencegah
campur tangan pihak lain
3.
Sebagai pencegah
kesalahpahaman dan konflik.
Kelemahan Kode Etik
Profesi :
1.
Idealisme terkandung
dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para
profesional sehingga harapan sangat jauh dari kenyataan. Hal ini cukup
menggelitik para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan mengabaikan
idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi tidak lebih dari pajangan
tulisan berbingkai.
2.
Kode etik profesi
merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena
keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. Rupanya
kekurangan ini memberi peluang kepada profesional yang lemah iman untuk berbuat
menyimpang dari kode etik profesinya. Prinsip dasar di dalam etika profesi:
Ada beberapa prinsip etika profesi yaitu:
1.
Prinsip Standar
Teknis, profesi dilakukan sesuai keahlian.
2.
Prinsip Kompetensi,
melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan.
3.
Prinsip
Tanggungjawab, profesi melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional.
4.
Prinsip Kepentingan
Publik, menghormati kepentingan publik.
5.
Prinsip Integritas,
menjunjung tinggi nilai tanggung jawab profesional.
6.
Prinsip Objektivitas,
menjaga objektivitas dalam pemenuhan kewajiban.
7.
Prinsip Kerahasiaan,
menghormati kerahasiaan informasi.
8.
Prinsip Prilaku
Profesional, berperilaku konsisten dengan reputasi profesi.
E.
Peranan Etika Dalam
Profesi
Peran
etika dibutuhkan dalam kegiatan analisis fungsi sebagai dasar dalam
menganalisis apakah langkah-langkah yang telah diterapkan sesuai dengan aturan
yang terdapat dalam hukum. Peran etika dibutuhkan dalam kegiatan proses pembangkitan
ide atau alternatif sebagai dasar dalam konsep pengembangan. Dimana konsep
pengembangan alternatif yang diusulkan harus murni dari konsep pribadi, bukan
sebagai kegiatan plagiat.
1. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua
orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat,
bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa.
Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai
tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai
nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau
masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat
profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata
nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan
diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala
perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada
nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik
profesi) sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.
Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan,
demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di
daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
F.
Kasus Pelanggaran Etika Profesi di Indonesia (Studi
Kasus pada PT Lapindo Brantas)
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo, merupakan peristiwa
menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun
Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur,
sejak 29 Mei 2006. Tragedi ‘Lumpur Lapindo’ dimulai pada tanggal 27 Mei 2006.
Peristiwa ini menjadi suatu tragedi ketika banjir lumpur panas mulai
menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan industri. Hal ini
wajar mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga 50 ribu meter
kubik per hari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran
besar). Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi
masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur: genangan
hingga setinggi 6 meter pada pemukiman; total warga yang dievakuasi lebih dari
8.200 jiwa; rumah/ tempat tinggal yang rusak sebanyak 1.683 unit; areal
pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih dari 200 ha; lebih dari 15 pabrik yang
tergenang menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan lebih dari 1.873
orang; tidak berfungsinya sarana pendidikan; kerusakan lingkungan wilayah yang
tergenangi; rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan
telepon); terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang berakibat pula
terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang
selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
Lokasi Penyemburan Lumpur
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian
selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo.
Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (kabupaten Pasuruan) di
sebelah selatan. Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur
Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo
Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Lokasi semburan lumpur tersebut
merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan
industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol
Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi
(jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,
Indonesia.
Penyebab Semburan Lumpur
·
Aspek
Ekonomis: Dalam kasus semburan lumpur panas ini,Lapindo Brantas Inc. diduga
dengan sengaja menghemat biaya operasional dengan tidak memasang casing.
·
Aspek
Teknis: Pemicu semburan lumpur dinyatakan oleh adanya pengaruh gempa tektonik
Yogyakarta yang mengakibatkan kerusakan sedimen.
·
Aspek
Politik: Pemerintah menggunakan otoritasnya sebagai penguasa kedaulatan atas
sumber daya alam memberikan kontrak izin sebagai legalitas usaha kepada
Lapindo.
Beberapa pengamat
menyebutkan bahwa kejadian ini mutlak merupakan kesalahan dari perusahaan.
Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak negatif yang luar biasa bagi
masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Ada yang
mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat
lokasi itu. Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal
Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra
Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International
Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai
US$ 24 juta. Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500
kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut
akan dipasang selubung bor (casing) yang
ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam
formasi) dan kick (masuknya fluida
formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing
(liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing
13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006).
Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297
kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang
tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung
(8500 kaki).
Diperkirakan bahwa
Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis
pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pengeboran
mereka di zona Rembang dengan target pengeborannya adalah formasi Kujung.
Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya.
Alhasil, mereka merencanakan memasang casing
setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya
tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pengeboran masih berlangsung. Selama pengeboran,
lumpur overpressure (bertekanan
tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpurnya Lapindo
(Medici).
Genangan Lumpur
hingga mencapai ketinggian 6 meter pada pemukiman membuat total warga yang
dievakuasi lebih dari 8.000 jiwa, lebih dari 1.500 unit rumah warga terendam,
sekitar 200 Ha lahan pertanian dan perkebunan rusak akibat terendam lumpur,
lebih dari 16 pabrik tergenang sehingga harus menghentikan aktivitas
produksinya, tidak berfungsinya sarana dan prasarana pendidikan, serta rusaknya
sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon) dan masih
banyak lainnya. Lumpur ini juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Kandungan
logam berat (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg, padahal baku mutunya
hanya 0,002 mg/liter Hg. Hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan,
iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah
pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
G.
Tanggapan Mengenai Kasus Pelanggaran Etika
Profesi (Studi Kasus pada PT Lapindo Brantas)
Ulasan dimulai dengan keterkaitan kasus
semburan lumpur ini dengan pembahasan etika profesi dengan sebuah kalimat: Information is Public — Informasi adalah
milik publik. sebuah informasi, sepatutnya harus diberitakan, secara lengkap
dan benar kepada publik. Sebuah perusahaan besar, tidak sepatutnya memberikan
keterangan “palsu” kepada publik — terlebih pers, tentang sebuah isu yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Berbalik dengan yang dilakukan
oleh PT Lapindo Brantas Inc, dimana keterangan resmi pertama yang keluar dari
jubir perusahaan terkait adalah bahwa semburan lumpur lapindo disebabkan oleh
gempa bumi.
Dalam konteks ekonomi pasar bebas, tiap
individu berhak untuk memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi,
hak atas lingkungan berkualitas mengalahkan hak seseorang untuk memakai
miliknya dengan bebas. Lingkungan hidup tidak dapat disingkirkan dari
perhitungan atas dampak, baik secara ekonomis maupun sosial. Menjadi tidak
etis, apabila dampak yang ditimbulkan dibebankan kepada pihak lain, dalam hal
ini masyarakat. Mengutip dari dua prinsip etika diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa PT Lapindo Brantas telah melakukan pelanggaran etika dalam kasus semburan
lumpur sidoarjo ini.
Bagaimana dengan Pemerintah? pada tahun 2009,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Nasional Penanggulangan Semburan
Lumpur dengan tujuan menyelamatkan penduduk di sekitar lokasi bencana, menjaga
infrastruktur dasar, dan menyelesaikan masalah semburan lumpur dengan risiko
lingkungan paling kecil. Tim dipimpin Basuki Hadi Muljono, Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, dengan tim pengarah
sejumlah menteri, diberi mandat selama enam bulan. Hasilnya adalah nol besar,
bahkan pemerintah rugi biaya sebesar 900 Miliar Rupiah. Keputusan yang paling
mencengangkan, adalah membuang lumpur ke aliran Kali Porong — dimana Kali
Porong adalah salah satu buangan primer untuk daerah Sidoarjo, Surabaya, dan
sekitarnya.
Berdasarkan ulasan diatas, maka kesimpulan
dan saran yang dapat diberikan adalah, bahwa seharusnya dilakukan penelitian
yang menyeluruh, mulai dari dampak lingkungan hingga dampak sosial sebelum
melakukan kegiatan pengeboran. Selain itu, perlu diperhatikan juga, bahwa
keuntungan ekonomis dapat menjadikan sebuah perusahaan rugi milyaran. (Sumber: Mahardi, Achmad, 2013)
Sumber:
Komentar
Posting Komentar